Ilustrasi lupa adalah sifat manusia. Foto: istimewa. |
TAK SELAMANYA lupa adalah luka dan nestapa. Dalam hal-hal tertentu, kita justru merindukan apa yang kita ingat beberapa waktu lalu akan cepat segera terlupakan. Segenap kejadian, tragedi, musibah dan peristiwa memilukan lainnya yang meimpa membutuhkan obat bernama lupa.
Apa jadinya dunia ini tanpa manusia melupakan masa lalunya yang hitam nan suram. Untuk melanjutkan agar tetap semangat belajar, kita berusaha melupakan sesuatu yang tidak ingin tersimpan dalam benak dan ingatan kita lebih lama.
Namun jangan belajar untuk gampang lupa. Biarlah lupa itu datang dengan sendirinya. Sering lupa itu tidak baik. Dalam hal-hal positif, cobalah ukir dalam-dalam dengan memori yang baik, agar tak lekas menjadi angin lalu. Barangkali suatu saat akan berguna di masa yang akan datang. Jangan mudah melupakan jasa orang lain. Begitu juga kata-kata bijak yang diucapkannya. Melupakannya artinya mengubur peluang. Buktikan.
Betul kata Nabi Muhammad, al-insan mahallul khata’ wa al-nisyan (manusia adalah tempatnya salah dan lupa). Dari hadits itu ada sebuah pelajaran yang dapat dipetik bahwa kesalahan yang kita perbuat acapkali disebabkan oleh kealpaan atau kelupaan kita.
Kita lupa, makanya sering salah. Ketika itulah, lupa bukan lagi sebuah anugerah, namun petaka. Lupa belajar, padahal besoknya ujian, adalah kesalahan.
Lupa adalah Anugerah
Untuk meminimalkan salah adalah dengan menghindarkan diri dari lupa yang petaka itu. Al-Zarnuji dalam karyanya Ta’lim Muta’allim mengatakan, afat al-ilm al-nisyan (malapetaka ilmu pengetahuan adalah lupa). Petaka itu sifatnya membahayakan.Lupa disebut petaka ilmu karena jalan memperoleh ilmu bukan perkara mudah. Membutuhkan daya ingatan yang tinggi. Kalau tiba-tiba lupa, jelas merupakan kerugian besar. Maka, jalan untuk mendaras kelanggengan ilmu adalah dengan terus belajar setiap saat.
Lupa menjadi anugerah ketika membuat kita merasa terus memiliki roh dan motivasi. Sebaliknya, ia adalah petaka ketika membawa kerugian. Tidak mungkin menghindari dari lupa, karena manusia adalah makluk alpa.
Manusia kalau boleh dibedah dengan struktur bahasa Arab itu terdiri dari kata “man” dan “nusia”. “Man” jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia artinya adalah orang, sedangkan “nusia” bermakna dibuat lupa.
Jadi, manusia adalah orang yang dibuat selalu lupa. Maka, untuk sering mengembalikan memori hafal yang sirna adalah dengan mengingat, yang dalam terjemahan bahasa Arab dinamakan “dzikir”. Ah, lupa dan ingat, keduanya adalah anugerah, asal kondisinya disertai dengan terus belajar (ta’lim). Itu intinya agar kebersamaan dan kemesraan belajar tidak cepat berlalu. [badriologi.com]
Keterangan:
Artikel ini dimuat Suara Merdeka, 28 Maret 2010.