Oleh M Abdullah Badri
Ada banyak cara untuk menyampaikan kritik terhadap fenomena sosial yang terjadi. Mulai dari mediasi, demonstrasi hingga pada cara-cara kreatif yang di luar mekanisme struktur yang dikritik.
Lagu sebagai ekspresi kreatif terbukti mampu berperan sebagai media kritik yang cukup efektif, meskipun ia berada di luar struktur objek kritik.
Waktu KPK masih dipimpin oleh Antasari Azhar, Group Band Slank didekati oleh algojo koruptor paling menakutkan di negeri ini itu lantaran kritik sosial yang dijadikan dalam lirik lagunya efektif menyampaikan pesan moral pemberantasan korupsi.
Bone Paputungan, atau Bona, musisi lokal asal Gorontalo yang mengarang dan menyanyikan lagu "Andai Aku Jadi Gayus" sempat menyita perhatian publik oleh karena kritik tentang ketidakadilan yang dilihat secara kasat mata ketika Bona mendekam dipenjara disampaikan secara buka-bukaan dalam setiap lirik yang dicipta itu.
Walau lagu sebatas hiburan, yang bisa dinikmati oleh kalangan kelas mana pun, namun respon yang dilontarkan oleh beberapa pihak yang merasa disindir cukup serius. Karena ulahnya membuat lagu kritis, Bona mengaku mendapatkan beberapa pesan singkat bernada ancaman. Ini membuktikan kalau lagu merupakan medium yang cukup efektif menyampaikan pesan moral dan sosial yang terjadi.
Baru-baru ini di Youtobe muncul video yang mengkritik Nurdin Halid secara terus terang. Seorang yang menggunakan inisial "jjnahan" telah meng-upload video berdurasi 2: 34 menit dengan sosok gadis bernama Stefany yang menyanyikan lagu bertajuk "Nurdin Turun Downk". Dengan iringan gitar akustik, lagu yang dinyanyikan Stefany seorang diri itu, isi intinya menuntut agar Nurdin turun dari jabatan ketua Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI).
Kata-kata yang digunakan cukup sarkastik. Dalam lirik lagu itu, Nurdin dicitrakan sebagai sosok pemimpin olahraga yang hanya mampu mengurusi "sepakbola kelurahan". Sehingga, kata penulis lagu, bila dia mengurusi PSSI, "kosong prestasi" serta "bikin frustasi".
Nurdin dikritik "menghubungi wasitnya dari balik jeruji". Karena itulah, ini yang jadi reff lagu; "Nurdin turun donk!", "sudah saatnya kamu turun donk", yang diulang hingga dua belas kali.
Nurdin Halid adalah fenomena kontroversial dalam jagad olahraga sepakbola dalam negeri. Meski sudah masuk penjara akibat penyelewengan yang dilakukan, dia tetap ngotot tak mau turun kursi, yang dalam lagu di atas dibahasakan "menjabat selamanya kalo bisa katanya".
Banyak pihak menyatakan, di bawah pimpinan Nurdin hingga sekarang, PSSI tak menorehkan prestasi gemilang. Bahkan, dalam ajang liga AFF akhir tahun lalu, sepakbola kental dengan politik pencitraan.
Ada banyak anggapan, Nurdin melakukan lobi kepada para penguasa dan pengusaha untuk mempertahankan legitimasi jabatannya dalam jagad sepakbola nasional. Lagu yang dinyanyikan Stefany mengkritik Nurdin "korupsi sejak dari dalam hati".
Labirin kritik terhadap Nurdin yang berasal dari insan olahraga Indonesia, baik pengamat, pecinta dan penonton, membuat penguasaha Arifin Panigoro "melawan" PSSI dengan menciptakan laga tandingan antar tim dalam wadah yang dinamai Liga Primer Indonesia (LPI). Aksi kritik secara konkrit dari Arifin Panigoro ternyata tak lantas membuat PSSI dibawah kendali Nurdin patah arang.
LPI justru dituduh melakukan pertandingan ilegal yang dianggap tidak mendapatkan legitimasi yang sah dari Asosiasi Sepakbola Internasional (FIFA). Klub-klub yang pernah bergabung dalam PSSI dan kemudian menyeberang ke LPI dibekukan oleh PSSI.
Meski tidak ada aturan hukum formal yang melarang siapapun di negeri ini membuat laga sepakbola secara mandiri, namun Nurdin bersama PSSI-nya menyatakan laga LPI sifatnya hanya hiburan dan tontonan semata. Laku yang terkesan secara sepihak melakukan justifikasi tersebut dikritik dalam barisan lirik "bak seorang raja mengatur para menteri".
Kritik terhadap kepemimpinan Nurdin yang kurang cemerlang tak berhenti disitu. Kemeterian Dalam Negeri bersama Kementerian Pemuda dan Olahraga akan bekerjasama menata ulang regulasi dalam relasi kebijakan antara klub sepakbola dan pemerintah daerah yang selama ini mendapatkan suntikan dana rakyat (APBD) dalam memperlancar kerja operasionalnya.
Klub sepakbola yang dananya disusui APBD menurut rancangan Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi, akan dihentikan. Ini akan jadi pukulan telak bagi klub-klub sepakbola dan Nurdin dengan PSSI yang menggantungkan hidup seluruhnya kepada APBD. Kebijakan tersebut tentu berakar dari merosotnya prestasi PSSI.
Padahal dana rakyatlah yang diggunakan habis untuk permainan segelintir orang itu. Lagu itu menyebut fenomena penggunaan uang rakyat yang nihil prestasi sebagai "pelecehan demokrasi negeri".
Labirin kritik dalam lagu "Nurdin Turun Downk" perlu didengar dalam konteks memberikan peringatan, bukan hinaan, apalagi ancaman. Sepakbola, yang sejatinya adalah permainan dan sarana hiburan hobi yang rekreatif ternyata menyimpan aroma permainan strategi dan trik-intrik politik pihak-pihak yang berkepentingan.
DPR juga ikut bermain dengan menyeret Pelatih Timnas Alfred Riedl dalam kubangan konflik. Dalam permainan, senyatanya ada permainan juga, yang membuat para pemain Timnas tak bisa meningkatkan kualitas permainannya, karena terganjal oleh permainan trik-intrik politik yang sebetulnya tidak perlu.
Pemain muda berbakat semisal Muhammad Ridwan (Tangerang Wolves) dan Wirya Kusmandra (Jakarta 1928) tak bisa bermain pada Praolimpiade 2012 setelah lisensi klub mereka dicabut.
Irfan Bachdim dan Kim Jeffery yang telah dinaturalisasikan status kewargarganegaraannya agar dapat memakai kostum Garuda, kini juga tak bisa berkontribusi menerbang-julangkan Tim Garuda dalam laga-laga sepakbola bergengsi selanjutnya setelah Persema menyeberang ke LPI. Padahal, menurut Alfred, mereka adalah para pemain cemerlang yang terbukti mampu diandalkan di lapangan hijau.
Konflik antara PSSI dan LPI akan terus menorehkan luka para pecinta sepkbola nasional kalau tidak segera di-de-eskalasi dengan jalan mediasi yang bersifat win win solution. Yakni ketika kepuasan antar semua pihak tercipta beriringan dengan keharmonisan tanpa anarkhi.
Meski hanya permainan dan sifatnya menghibur dan tontonan, sepakbola adalah olahraga yang bisa memantik kekisruhan sosial, politik, ekonomi dan kebudayaan. Dalam setiap permainan selalu ada yang bermain dan dimainkan.
Lagu yang mengkritik kepemimpinan Nurdin juga ada dalam labirin permainan, demi perbaikan. Kita tunggu saja perdiksi dan reaksi yang kelak terjadi. Apalagi Arifin Panigoro, sang arsitek LPI secara terbuka menyatakan siap "bertanding" memperebutkan kursi Ketua PSSI 19 Maret 2011 mendatang.
(Dimuat Harian Analisa Medan, 2 Mei 2011)
Ada banyak cara untuk menyampaikan kritik terhadap fenomena sosial yang terjadi. Mulai dari mediasi, demonstrasi hingga pada cara-cara kreatif yang di luar mekanisme struktur yang dikritik.
Lagu sebagai ekspresi kreatif terbukti mampu berperan sebagai media kritik yang cukup efektif, meskipun ia berada di luar struktur objek kritik.
Waktu KPK masih dipimpin oleh Antasari Azhar, Group Band Slank didekati oleh algojo koruptor paling menakutkan di negeri ini itu lantaran kritik sosial yang dijadikan dalam lirik lagunya efektif menyampaikan pesan moral pemberantasan korupsi.
Bone Paputungan, atau Bona, musisi lokal asal Gorontalo yang mengarang dan menyanyikan lagu "Andai Aku Jadi Gayus" sempat menyita perhatian publik oleh karena kritik tentang ketidakadilan yang dilihat secara kasat mata ketika Bona mendekam dipenjara disampaikan secara buka-bukaan dalam setiap lirik yang dicipta itu.
Walau lagu sebatas hiburan, yang bisa dinikmati oleh kalangan kelas mana pun, namun respon yang dilontarkan oleh beberapa pihak yang merasa disindir cukup serius. Karena ulahnya membuat lagu kritis, Bona mengaku mendapatkan beberapa pesan singkat bernada ancaman. Ini membuktikan kalau lagu merupakan medium yang cukup efektif menyampaikan pesan moral dan sosial yang terjadi.
Baru-baru ini di Youtobe muncul video yang mengkritik Nurdin Halid secara terus terang. Seorang yang menggunakan inisial "jjnahan" telah meng-upload video berdurasi 2: 34 menit dengan sosok gadis bernama Stefany yang menyanyikan lagu bertajuk "Nurdin Turun Downk". Dengan iringan gitar akustik, lagu yang dinyanyikan Stefany seorang diri itu, isi intinya menuntut agar Nurdin turun dari jabatan ketua Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI).
Kata-kata yang digunakan cukup sarkastik. Dalam lirik lagu itu, Nurdin dicitrakan sebagai sosok pemimpin olahraga yang hanya mampu mengurusi "sepakbola kelurahan". Sehingga, kata penulis lagu, bila dia mengurusi PSSI, "kosong prestasi" serta "bikin frustasi".
Nurdin dikritik "menghubungi wasitnya dari balik jeruji". Karena itulah, ini yang jadi reff lagu; "Nurdin turun donk!", "sudah saatnya kamu turun donk", yang diulang hingga dua belas kali.
Nurdin Halid adalah fenomena kontroversial dalam jagad olahraga sepakbola dalam negeri. Meski sudah masuk penjara akibat penyelewengan yang dilakukan, dia tetap ngotot tak mau turun kursi, yang dalam lagu di atas dibahasakan "menjabat selamanya kalo bisa katanya".
Banyak pihak menyatakan, di bawah pimpinan Nurdin hingga sekarang, PSSI tak menorehkan prestasi gemilang. Bahkan, dalam ajang liga AFF akhir tahun lalu, sepakbola kental dengan politik pencitraan.
Ada banyak anggapan, Nurdin melakukan lobi kepada para penguasa dan pengusaha untuk mempertahankan legitimasi jabatannya dalam jagad sepakbola nasional. Lagu yang dinyanyikan Stefany mengkritik Nurdin "korupsi sejak dari dalam hati".
Labirin kritik terhadap Nurdin yang berasal dari insan olahraga Indonesia, baik pengamat, pecinta dan penonton, membuat penguasaha Arifin Panigoro "melawan" PSSI dengan menciptakan laga tandingan antar tim dalam wadah yang dinamai Liga Primer Indonesia (LPI). Aksi kritik secara konkrit dari Arifin Panigoro ternyata tak lantas membuat PSSI dibawah kendali Nurdin patah arang.
LPI justru dituduh melakukan pertandingan ilegal yang dianggap tidak mendapatkan legitimasi yang sah dari Asosiasi Sepakbola Internasional (FIFA). Klub-klub yang pernah bergabung dalam PSSI dan kemudian menyeberang ke LPI dibekukan oleh PSSI.
Meski tidak ada aturan hukum formal yang melarang siapapun di negeri ini membuat laga sepakbola secara mandiri, namun Nurdin bersama PSSI-nya menyatakan laga LPI sifatnya hanya hiburan dan tontonan semata. Laku yang terkesan secara sepihak melakukan justifikasi tersebut dikritik dalam barisan lirik "bak seorang raja mengatur para menteri".
Kritik terhadap kepemimpinan Nurdin yang kurang cemerlang tak berhenti disitu. Kemeterian Dalam Negeri bersama Kementerian Pemuda dan Olahraga akan bekerjasama menata ulang regulasi dalam relasi kebijakan antara klub sepakbola dan pemerintah daerah yang selama ini mendapatkan suntikan dana rakyat (APBD) dalam memperlancar kerja operasionalnya.
Klub sepakbola yang dananya disusui APBD menurut rancangan Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi, akan dihentikan. Ini akan jadi pukulan telak bagi klub-klub sepakbola dan Nurdin dengan PSSI yang menggantungkan hidup seluruhnya kepada APBD. Kebijakan tersebut tentu berakar dari merosotnya prestasi PSSI.
Padahal dana rakyatlah yang diggunakan habis untuk permainan segelintir orang itu. Lagu itu menyebut fenomena penggunaan uang rakyat yang nihil prestasi sebagai "pelecehan demokrasi negeri".
Labirin kritik dalam lagu "Nurdin Turun Downk" perlu didengar dalam konteks memberikan peringatan, bukan hinaan, apalagi ancaman. Sepakbola, yang sejatinya adalah permainan dan sarana hiburan hobi yang rekreatif ternyata menyimpan aroma permainan strategi dan trik-intrik politik pihak-pihak yang berkepentingan.
DPR juga ikut bermain dengan menyeret Pelatih Timnas Alfred Riedl dalam kubangan konflik. Dalam permainan, senyatanya ada permainan juga, yang membuat para pemain Timnas tak bisa meningkatkan kualitas permainannya, karena terganjal oleh permainan trik-intrik politik yang sebetulnya tidak perlu.
Pemain muda berbakat semisal Muhammad Ridwan (Tangerang Wolves) dan Wirya Kusmandra (Jakarta 1928) tak bisa bermain pada Praolimpiade 2012 setelah lisensi klub mereka dicabut.
Irfan Bachdim dan Kim Jeffery yang telah dinaturalisasikan status kewargarganegaraannya agar dapat memakai kostum Garuda, kini juga tak bisa berkontribusi menerbang-julangkan Tim Garuda dalam laga-laga sepakbola bergengsi selanjutnya setelah Persema menyeberang ke LPI. Padahal, menurut Alfred, mereka adalah para pemain cemerlang yang terbukti mampu diandalkan di lapangan hijau.
Konflik antara PSSI dan LPI akan terus menorehkan luka para pecinta sepkbola nasional kalau tidak segera di-de-eskalasi dengan jalan mediasi yang bersifat win win solution. Yakni ketika kepuasan antar semua pihak tercipta beriringan dengan keharmonisan tanpa anarkhi.
Meski hanya permainan dan sifatnya menghibur dan tontonan, sepakbola adalah olahraga yang bisa memantik kekisruhan sosial, politik, ekonomi dan kebudayaan. Dalam setiap permainan selalu ada yang bermain dan dimainkan.
Lagu yang mengkritik kepemimpinan Nurdin juga ada dalam labirin permainan, demi perbaikan. Kita tunggu saja perdiksi dan reaksi yang kelak terjadi. Apalagi Arifin Panigoro, sang arsitek LPI secara terbuka menyatakan siap "bertanding" memperebutkan kursi Ketua PSSI 19 Maret 2011 mendatang.
(Dimuat Harian Analisa Medan, 2 Mei 2011)