Makam Sayyid Abu Bakar Pulau Panjang, Jepara |
SAYA dengan
istri Alhamdulillah selalu mendapatkan alarm jika sudah lama tidak ziarah. Jika
lama tidak ziarah ke Mantingan atau ke makam-makam auliya’ yang biasa saya
jadikan tabarruk dan tawassulan, istri saya akan mendapatkan isyaroh
untuk ngajak ziarah. Lewat mimpi, hatif, atau bahkan keinginan kuat tak
tertahan. ‘
Nah,
saat-saat UAS menjadi trending topic medsos Facebook di Jepara, Jumat
(24/08/2018) lalu, istri sudah minta jalan-jalan dan ziarah karena dapat
isyaroh. Kalau tidak segera saya laksanakan, isyaroh akan datang bertubi-tubi.
Saya baru menyanggupi pada Ahad (26/08/2018) siang.
Saya ajak
ziarah ke Sayyid Abu Bakar di Pulau Panjang. Nyebrang cukup 20K perorang. Masuk
parkir pantai Kartini nya yang lumayan mahal, 20K per kendaran roda dua. Ada
dangdutan akhir pekan alasannya.
Hanya 15 menitan saya sekeluarga mendarat di Pulau Panjang. Naik perahu berkapasitas 20-an orang. Untuk masuk, harus bayar 5K perorang. Ini untuk kelima kalinya saya ke Pulau Panjang. Dan ketiga kali-nya bersama anak-istri.
Hanya 15 menitan saya sekeluarga mendarat di Pulau Panjang. Naik perahu berkapasitas 20-an orang. Untuk masuk, harus bayar 5K perorang. Ini untuk kelima kalinya saya ke Pulau Panjang. Dan ketiga kali-nya bersama anak-istri.
Karena tahu
Pulau Panjang pantainya panas, kurang asyik buat anak-anak bermain, istri saya
minta langsung ziarah saja. Praktis hanya beberapa saat saja saya di Pulau
Panjang. Ia ingin ajak anak-anak main di Pantai Kartini saja, yang lebih adem.
Saat balik
ke Pantai Kartini inilah, saya baru nyadar apa yang terjadi saat saya ziarah
tadi. Kalau bukan istri saya yang cerita, saya tidak menulis cerita ini.
Biasanya,
saya menjauhkan diri dari niat apapun ketika ziarah, kecuali nyambung roso dan
menambah mahabbah kepada Kanjeng Nabi Muhammad lewat shohibu ijazatir rasul,
auliya’ilAllah. Hanya itu ditambah kirim Fatihah kepada orangtua, mertua, anak,
adik-adik, hingga ipar dan utamanya guru-guru saya. Habis itu balik.
Cuma siang
itu, hati saya tiba-tiba saya mengucap doa yang selama ini tidak pernah saya
lafalkan bahkan ketika saya diminta memimpin doa sekalipun. Doanya aneh, tapi
sangat saya rasakan hingga cukup lama, kata istri saya, tak rampung-rampung berlinang
air mata. Ini doa yang saya ingat, saya ucapkan dalam Bahasa Jawa:
Ya Allah
berikan kami iman dan aman!
Ya Allah
NKRI aman!
Ya Allah
paringi Jeporo aman!
Ya Allah
paringi Jeporo amin!
Ya Allah
jauhkan Jeporo dari figur pemecah belah NKRI!
Ya Allah jauhkan Jeporo dari konflik!
Ya Allah jauhkan Jeporo dari penceramah dan pengkhotbah yang merusak mahabbah kepada Rasulullah!
Ya Allah jauhkan Jeporo dari konflik!
Ya Allah jauhkan Jeporo dari penceramah dan pengkhotbah yang merusak mahabbah kepada Rasulullah!
Ya Allah
jauhkan bumi Jepara dari penceramah yang pernah menghina Rasulmu!
Ya Allah teguhkan Jepara sebagai bumi Aswaja!
Ya Allah teguhkan Jepara sebagai bumi Aswaja!
Ya Allah
Jeporo aman!
Ya Allah
Jeporo amin!
Intinya,
ketika itu saya mendoakan tanah Jepara bak seorang yang memiliki wewenang
laiknya Bupati. Padahal blas tak terpikirkan ketika wudlu maupun
saat akan berangkat ziarah.
Cerita istri
saya, saat saya menangis tak melihat kanan-kiri itu, semua jendela di sebelah
kanan, kiri dan belakang saya, menutup dengan sendirinya. Saya terus
sesenggukan karena dalam pikiran saya waktu itu, tertutupnya jendela mungkin
karena angin gedhe atau ditutup sendiri oleh orang lain atau penjaga.
Ternyata
tidak ada yang menutup. Angin juga biasa. Tidak seperti angin laut di seberang
pantai. Istri saya lingak-linguk, “nutup jebles sendiri semua jendelanya sampai
gelap gitu kok,” terangnya ke saya waktu sudah di Pantai Kartini.
Malamnya,
pas ikuti pengajian di Bate, saya dengar kabar banyaknya masyayikh NU di Jateng
dan Jatim yang istikharah (kalau saya sebut Anda kenal semua), dimana hasilnya:
Nusantara sebentar lagi akan mengalami konflik horizontal. Dan Jepara bagian
dari titik yang akan digarap. Ya Allah, semoga tidak.
Beberapa
hari saat viral pertama status saya soal UAS akan ke Jepara, seorang “Densus”
menelepon agar saya ikut mencegah mulai digarapnya wilayah Pantura Jawa sebagai
basis gerakan “radikal” berbasis agama. “Jepara sudah bobol, kawal!”.
Ndoro Habib
Abu Bakar wali Pulau Panjang sudah memperingatkan saya via isyaroh pas ziarah.
Semoga tertutupnya jendela di makam adalah jendela terbukanya Jepara amin dan
aman untuk umat manusia! Ada 500 lebih makam auliya yang pernah saya list. Yang
lain silakan ziarah untuk Jepara aman! [badriologi.com]