Tim UAS saat cek lokasi di Mayong, Jepara |
Bagi warga
Mayong dan Jepara pada umumnya, UM bukanlah sosok baru gedhe. Tercatat, saat
masih di tempat asalnya, Desa Singorojo, UM dikenal masyarakat karena pernah
menjadi sumber polemik yang hampir menyulut konflik fisik warga sekitar. Di
beberapa koran cetak tahun bahula’, UM juga pernah diarak warganya ke
Polsek atas sebuah perkara. Itu cerita lama.
Kini, selain mulai mendirikan pesantren Al-Husna 1 di Pelemkerep tahun 2002, UM juga mengembangkan
Al-Husna 2 di Singorojo. Keduanya masih di wilayah Kecamatan Mayong Kabupaten
Jepara, daerah RA Kartini dilahirkan.
Tahun 2009,
UM pernah mengadu nasib menjadi calon anggota legislatif (caleg) dari Partai
Keadilan Sekahtera (PKS). Gagal, dia pindah ke Partai Amanat Nasional (PAN)
pada musim Pemilu berikutnya. Tumbang, UM mantap menjaulah di Jamaah Tabligh
(JT). “UM pintar meloncat-loncat, kok tak takut kejeglong”. Begitu
komentar salah satu teman karibnya.
Cerita yang
saya dengar, UM ini mantap ikut jaulah sejak rajin menghadiri undangan ngaji
tiap Ramadhan di Jakarta. Karena di sekitar masjid tempat dia mengaji itu
didominasi anggota jaulah, UM yang alumni Sarang itu pun akhirnya berlabuh di
JT, meski sebelumnya pernah masuk pengurus LBM NU setempat.
UM
dibebastugaskan sebagai pengurus NU (bersama teman-teman ustadz jaulah lainnya)
karena sudah tidak sepaham dengan harakah NU, dan konon sering mengeluarkan
statemen yang tidak seharusnya dikeluarkan oleh kader NU di manapun. Keluar khittah
An-Nahdliyyah lah bahasa NU-nya.
Tapi soal
tirakat, UM bisa dibilang melebihi apa yang dilakukan warga NU lainnya. Nariyahan
40.000 kali bisa dilakoni demi kesuksesan hidupnya. Ia juga diketahui sering nyarkub
ke makam keramat Mbah Sholeh (Buyut Gus Mughits, Gleget, Mayong) hanya untuk ritual
guyang warok
Jaringan
JT, dimana ia disebut sebagai ketua-nya di wilayah Jawa Tengah (de facto),
cukup mendukung kesuksesan pesantren Al-Husna. Ia sangat mahir menggunakan
jaringan hingga tembus ke Turki dan Yaman. Sampeyan durung mesti iso,
gan!
Kata teman
semasa kecilnya, duit UM bukan lagi rupiah, tapi sudah dolar, nda.
Makanya si teman masa kecil-nya berujar ke saya pernah ditawari rumah beserta
isinya penuh plus mobil kalau bersedia menjadi pengikut setia, asistennya. Sayang
dia mengaku ke saya tidak mau, sampai sekarang. Nggaya bro ra gelem!
Niat syiar
dakwah UM juga sangat tinggi. Selain ingin memiliki 40 putra dari 4 istri berbeda
untuk dicetak jadi generasi Qur’ani semua (hingga “digasaki” dengan sebutan al-cisna),
ia juga ingin membesarkan NU lewat jaringan JT nya di Jepara.
Kata teman
masa kecilnya itu, UM ingin semua pengurus NU di tingkatan Majelis Wakil Cabang
(MWC, setingkat kecamatan) adalah anggota JT. Sehingga, ketika ingin menjadi
ketua-nya, untuk membesarkan NU-nya, akan lebih mudah ia jalankan. NU ingin di-jaulah-kan.
MasyaAllah. Hebat.
Niat syiar
dakwahnya yang tinggi juga bisa dibuktikan atas acara-acara yang digelar di
Jepara. UM tercatat pernah mengadakan acara besar menghadirkan jamaah JT
berjumlah 8000 orang. Milad pesantrennya juga selalu diadakan se-spektakuler
mungkin. Ada pesta kembang apinya laiknya tahun baru.
Maka, Anda
jangan heran jika tahun ini UM mengundang UAS. Maunya jelas, ingin spektakuler.
Setidaknya begitu yang ditangkap oleh teman-teman saya sesama penggerak NU. Subhanallah.
Demi
suksesnya acara, UM melakukan pelbagai strategi. NU dibuat skakmat. Caranya,
UAS diduetkan dengan Habib Zainal Abidin. NU jadi serba bingung. Mau menolak
kok ada Bib Bidin, tapi jika menerima, walau bagaimana pun UAS adalah figur
yang dikelilingi haters NU.
UM juga
gigih mengawal Bib Bidin. Di acara maulid sekitar Jepara dan Kudus, UM selalu
mendampingi Bib Bidin memimpin pembacaan maulid di panggung utama pengajian,
sembari menyebar pamflet acaranya, meski dia tidak diundang. Semua itu
dilakukan demi agar Bib Bidin rawuh ke Mayong. Mungkin ini yang disebut
mantan asistennya dengan atribut “njengkelke” meski tiraktanya harus
diakui jempolan.
UM terus
merapat ke Bib Bidin meski konon tidak dapat jadual kehadiran pada mulanya.
Nama Bib Bidin juga disohorkan lebih awal sebelum publik mengetahui kalau beliau
akan disandingkan dengan UAS. Semua ditandangi sendiri, dewekan. Saya
jamin ancum-ancum belum cencu cuat meneladani Ustadz Mudhofar.
Agar tidak
ada gangguan saat hari H acara berlangsung, ceramah UAS ditaruh waktunya di
tengah acara maulid yang dipimpin Bib Bidin. Jadi, misalkan ada teriakan “Allahu
Akbar” versus “Shollu alan Nabi” dari jamaah di bawah panggung, akan
redam sendiri. UM mengatur waktu untuk meminimalisir potensi gaduh suara
dirijen yang saya dengar ada yang mengusulkan jadi rencana.
Semoga
sukses ya ustadz! Berkah melimpah. Tapi ingat, Jepara bukan Jakarta. Jepara
Bumi Aswaja An-Nahdliyyah. Bukan Somadisme Tahririyyah. [badriologi.com]