Mencium tangan mulia Habib Luthfi bin Yahya usai dibai'at, Ahad (16/09/2018) malam. |
Ust. Afif sengaja
ikut nderek sowan ke Pekalongan karena mantap sudah ingin berbai’at
thariqah. Saya sendiri pernah ikut ba’iat jaman masih sekolah MTs dan mondok di
Kudus. Langsung ke Abah Luthfi bin Yahya, di JHK Kudus. Karena tidak tahu
kaifiyahnya, jadi tidak ada lanjutan cerita pasca ba’ait pertama saat masih unyu-unyu
begitu. Hehe
Sebelumnya,
Kiai Afif pernah diajak Kliwonan oleh Kiai Masduki (Sowan, Kedung, Jepara)
bersama jamaah lain. Tapi karena mendadak, ia merasa terkejut, kaget, dan tidak
mantap ikut barisan bai’at thariqah Syadziliyah saat itu.
“Kamu ikut
bai’at yah,” kata Kiai Masduki.
“Loh, kok
ngoten yi?” Kata Ust. Afif dalam hati, yang ketika itu Abah Luthfi di
sampingnya.
“Biarkan,
dia belum mantap kok,” tiba-tiba Abah Luthfi dawuh begitu. Ust. Afif mendengarnya.
Padahal grundelan hatinya tersebut belum terlisankan. Ia pun merasa jadi
malu, takut dan segan kepada Abah Luthfi.
***
Ke Pekalongan
malam Ahad, rombongan PP Matan dari Jepara mampir dulu ziarah ke Makam Wonobodro,
komplek pemakaman Syeikh Maulana Al-Maghribi dan Kiai Agung Pekalongan, di
Bukit Wonobodro, Blado, Batang, Jateng.
Sampai Kanzus
Shalawat sekitar pukul 8 pagi, Ust. Afif langsung sowan. Sementara saya bersama
PP Matan tidak ikut serta karena memang sudah diberi waktu khusus oleh Abah Luthfi di
ndalem Habib Husain bin Yahya (putra Abah Luthfi), habis dhuhur. Hingga
siang, Ust. Afif ternyata belum ditemui. Abah Luthfi masih istirahat.
Ia sabar
menunggu agar bisa bertemu Rais Aam Jamiyyah Ahlith Thariqah Al-Mu’tabarah
An-Nahdliyyah (Jatman) PBNU tersebut. Ketika dhuhur tiba, Abah Luthfi ternyata
justru meminta anak-anak beliau di PP Matan tetap menunggu sampai beliau pulang
usai ngisi acara pengajian di Pemalang, yang sudah ditunggu 5000-an jamaah.
Usai Isya’,
kader Matan yang sudah menunggu di ndalem Habib Husain bergerak ke ndalem
Abah Luthfi. Hanya berjarak 100-an meter. Sementara, 40-an pengurus PP Matan sengaja mulai bergerak ke ndalem Abah Luthfi karena saat itu, kabar yang diterima Gus
Iid (Abdul Rasyid), Sekjen PP Matan, Abah memang sudah pulang dari Pemalang.
Puluhan orang di ruang tamu sudah menunggu kerawuhan beliau sejak siang.
Baiat Thariqah
KH. Dr. Hamdani
Mu’in, Ketua Umum PP Matan ikut mengikuti langkah mereka meski sangat berat
terasa akibat komplikasi, yang beberapa hari sebelumnya membuat ia terpaksa harus dirawat intensif di rumah
sakit.
Ia dipapah tangan
oleh Kang Syukron Makmun, teman lama beliau yang masuk pengurus PP Matan bagian
pengembangan ekonomi. Cerita Kang Makmun, dua kali ia mengistirahatkan Kiai Hamdani
ketika berjalan kaki menuju ndalem Abah Luthfi, dari ndalem Habib
Husain.
Bertemu di ndalem
Abah Luthfi, puluhan pengurus Matan salim bergantian. Tapi Abah Luthfi yang
siang tadi sudah dawuh supaya anak-anak Matan menunggu di ndalem Habib
Husain, meminta supaya tetap di sana. Diikuti saya dan puluhan pengurus PP
Matan, Abah Luthfi mulai berjalan cepat ke ndalem Habib Husain, dari ndalem
beliau sendiri.
Anehnya, Kiai
Hamdani saya lihat bisa berjalan lancar. Tidak seperti ketika “menjemput” Abah
Luthfi, berjalan dari ndalem Habib Husain. Ia mengaku senang tingkat
tinggi bisa bertemu Abah Luthfi sejak udzur sakitnya menghalangi kehadiran
beliau di acara-acara Matan dan Jatman.
Tetap dipapah
tangan oleh Kang Makmun, Kiai Hamdani terus jalan, “kok kaki saya terasa ringan
banget yah jalan mengikuti derap langkah Abah Luthfi menuju ndalem Habib
Husain,” aku Kiai Hamdani kepada Kang Makmun. Saya sendiri juga kewalahan
mengikuti cepatnya langkah Abah Luthfi begitu.
Dan memang,
Kang Makmun tidak istirahat sama sekali. Ia memapah ringan. Mungkin karena mahabbah
tawajjuhan (bertatap muka) bertemu guru mulia, sakit komplikasinya tidak terasa
hingga akhirnya duduk di samping kanan pas Abah Luthfi, di ruang tamu ndalem
Habib Husain, dua rumah di belakang Kanzus Shalawat.
Semua
anak-anak PP Matan tumplek bleg di ndalem putra mursyid Matan
tersebut. Termasuk Ust. Afif, yang meski bukan pengurus Matan, tapi ia
beruntung bisa mendengar langsung nasehat dan mau’idhah khusus Abah Luthfi kepada
puluhan kader PP Matan. (Soal isi nasehat beliau, saya tulis ulasannya lain
kali yah. Mungkin Selasa besok pagi, paling cepat).
***
Begitu Kang
Makmun matur kalau ada yang akan bai’at, Abah Luthfi langsung
memanggilnya ke depan. Beberapa menit melafalkan muqaddimah bai’at
kepada Ust. Afif, disaksikan puluhan orang, tiba-tiba Abah Luthfi meminta semua
yang ada di ruangan agar menyambungkan tangannya kepada Ust. Afif, sambung
menyambung sampai semua nya bersetuhan secara fisik.
Saya pun
terkejut. Tapi tanpa pikir panjang, saya langsung memegang punggung Kang
Makmun, yang tanggannya menyentuh Kiai Hamdani, dimana tangan Kiai Hamdani juga
menyentuh punggung Ust. Afif yang tunduk tengah mencium tangan Abah Luthfi
sejak tadi.
Semua isi
ruangan pun ikut ba’ait langsung ke guru Mursyid Habib Luthfi bin Ali bin
Hasyim bin Yahya, kecuali yang sudah menjadi khalifah atau badal
thariqah lain. Tanpa terasa, mata saya berlinang air mata. Bukan karena sedih,
tapi sebab mengingat pesan ini pada tahun 2016 lalu:
“Kamu
belum saatnya ba’iat thariqah ke Abah saat ini. Masih kurang 2 tahun. Beliau sendiri
yang akan memba’aitmu. Kamu sebagai murid akan didatangi Abah. Dalam thariqah,
guru itu yang mendatangi murid, bukan murid yang mendatangi guru. Sabarlah!,”
ujar Mbah Wali saat itu.
Saya kira
saat itu imajinasi kalimat "didatangi" adalah Abah akan datang ke rumah di Jepara. Ternyata,
maksud didatangi adalah didatangi ke rumah Habib Husain bersama teman-teman
pengurus Matan. Tanpa niatan diba’at tapi diberi mandat ba’iat, dengan wasilah Ust.
Afif, Bugel, Kedung, Jepara.
Tidak ada
yang memfoto prosesi ba’ait malam Senin habis Isya’ tersebut, 7 Muharram 1440 H.
Tapi saya lihat banyak yang meneteskan air mata karena senang tiada ukuran,
yang tanpa rencana, hati serasa ikhlash menerima perintah bai’at langsung dari
Abah Luthfi. Saya sendiri pernah minta bai’at ke mursyid Thariqah Syahadatain,
tapi beliaunya yang menolak halus "dengan alasan segan", yang saya sendiri juga tidak paham maksudnya. Sekitar tahun 2013 lalu.
***
Melihat permohonan
bai’at Ust. Afif yang langsung disambut hangat oleh Abah Luthfi hingga semua
yang hadir diminta mengikuti prosesi bai’atnya, Kiai Hamdani mengaku heran.
“Dia kok
istimewa begitu ya kang. Abah langsung mau membai’at dan yang lain diminta
mengikuti. Padahal biasanya kalau Abah Luthfi diminta membai’at oleh para tamu
yang ingin ber-thariqah, beliau itu meminta para tamu untuk hadir di ngaji
rutin Jumat Kliwon, yang biasanya ada prosesi bai’at pula,” kata Kiai Hamdani
ke Kang Makmun.
Karena
keistimewaan itulah, saya menjuluki Ust. Afif sebagai “imam besar thariqah
PP Matan” karena banyaknya anggota PP Matan yang ikut bersinambung fisik
saat beliau dibai’at langsung oleh Abah Luthfi.
Selama ini,
Abah Luthfi menyebut tidak ada bai’at thariqah langsung di Matan, baik di pusat
maupun cabang dan komisariat. Beliau menyebut thariqah anak-anak Matan sebagai bai’at
tabarruk. Soal ini saya jelaskan lain kali saja yah.
Meski
begitu, Ust. Afif bilang ke saya, “trus, kaifiyahnya gimana ini, kang?”
“Nanti jenengan
sowan ke Kiai Masduki mawon soal kaifiyah thariqah Syadziliyah,” kata saya.
Kemudian Ust.
Afif saya baiat secara de ruweto (bukan de facto maupun de jure), sebagai Ketua
PC Matan Jepara. Hahahah. [badriologi.com]