Oleh M Abdullah Badri
ORANG Jepara banyak yang tidak mengenal siapa Kiai Telingsing (The Ling Sing). Padahal, ia adalah bapak angkat dan sekaligus menjadi murid Sunan Kudus —di kemudian hari, yang diperintah untuk mengarahkan bentuk arsitektur Masjid Mantingan.
Masjid Mantingan dibangun Retno Kencono tahun 1559, sepuluh tahun pasca bertapa di tujuh tempat (berakhir di Donorojo) untuk menyucikan diri setelah suaminya, Sultan Hadirin (Raden Toyib, dulunya seorang abdi dalem Kerajaan Demak dari Aceh), meninggal terbunuh di tangan utusan Pangeran Arya Penangsang di Desa Damaran, sebelah Barat kediaman Sunan Kudus.
Retna Kencana adalah putri Sultan Trenggono Raja Demak yang menjadi pemomong (bukan ratu dalam makna sesungguhnya, dan menguasai) di Kalinyamat serta keluarga Kerajaan Demak pada umumnya. Sementara Arya Penangsang adalah murid Sunan Kudus dan Sunan Kalijaga sekaligus, seperguruan dengan Joko Tingkir Hadiwijaya yang berkuasa di Pajang. Joko tingkir adalah ipar Retna Kencana.
Dengan kronologi ini, terang sekali masjid Mantingan dibangun setelah Sultan Hadirin wafat. Dulunya, lokasi masjid Mantingan adalah semacam pesanggrahan, tempat bertapa Sultan Hadirin dan Retna Kencana semasa memimpin bersama selama 13 tahun di Keraton Kalinyamat (luas bangunan sekitar 4 ha mengitari Desa Kapyak sekarang hingga Sungai Bakalan dengan pusat kediaman di Siti Inggil/Setinggil dan penemuan tempat mandi di Desa Kriyan sekarang).
Untuk bisa mengingat kala kunjung bertapa, Retna Kencana tidak memakamkan suaminya di Kalinyamat, tapi di pesanggarahan, Mantingan. Masjid kemudian dibangun. Dan arsiteknya didatangkan dari Kudus asal Cina. Namanya Kiai Telingsing itu. Yang mengarahkan bentuk bangunan masjid adalah Sunan Kalijaga. Makanya, corak bangunan masjid Mantingan hampir mirip dengan arsitektur pemakaman Sunan Kudus sekarang, yang ada pahatan di atas batu putihnya. Masjid dibangun di sebelah Barat pesanggrahan Retna Kencana, yang kini lokasinya dijadikan teras masjid Mantingan sekarang.
Ada yang mengaitkan pembangunan masjid Mantingan dengan Chi Hui Gwan, seorang pengembara Cina yang menjadi bapak angkat Sultan Hadirin. Karena pandai memahat, orang Mantingan kala itu menyebut dengan julukan Patih Sungging Badar Duwung. Makamnya disebut-sebut ada di sebelah makam Sultan Hadirin. Tapi yang sebelah mana, entah. Ada yang menyebut makamnya ada di sebelah selatan Nyai Ratu Kalinyamat yang paling barat.
Sungging Prabangkoro
Mengaitkan bentuk ukiran masjid Mantingan dengan Ki Sungging Prabangkoro yang makamnya ada di Pengkol, Jepara, juga terlalu banyak yang harus disempurnakan urutan kronologisnya. Prabangkoro itu hidup di masa Majapahit, yang saat Retna Kencana menjadi pamomong Kerajaan Demak masih bermukim di Robayan, Kalinyamatan. Majapahit sudah tidak lagi berkembang kala itu.
Kiai Telingsing yang dikenal masyarakat Kudus sebagai Ki Juru Sungging (ahli mengajari pahat ukir) lah yang bisa dikaitkan langsung dengan Retna Kencana. Tercatat, dia pernah diutus Sunan Kudus untuk membantu mengembangkan syiar Islam di Jepara.
Sunan Kudus mengutus Kiai Telingsing, sementara Sunan Kalijaga yang mengarahkan bentuk arsitekturnya.
Pertanyaan:
- Mengapa Sunan Kudus yang dulu tidak mendukung Retna Kencana menuntut keadilan atas kematian saudaranya, Sunan Prawoto, —yang juga dibunuh Arya Penangsang, tiba-tiba membantu dengan mengutus Kiai Telingsing?
- Mengapa Retna Kencana adalah pemomong, bukan raja perempuan? Kalau bukan raja, siapa raja Kerajaan Demak saat Retna Kencana memimpin Jepara, lalu digantikan oleh Arya Jepara, dan kemudian Kalinyamat bubrah setelah Arya Jepara? Siapa Arya Jepara, dimana makamnya?
- Kenapa di Jepara ada Kalinyamat, sementara di Demak sudah ada Kerajaan Demak? Kok ada dua kerajaan dengan ratu berbeda?
Silakan cari jawabannya di situs-situs internet, blog dan artikel penulis di medsos. Lalu, bandingan dengan temuan dan uraian lebih lanjut dari saya. Besok-besok saja. Berseri saja. [badriologi.com]