Di rumah Kang Kiai Akhid Turmudzi, Senin (14/05/2019) malam. |
BAGAIMANA cara menjadi kiai? Pertanyaan ini salah. Tapi tetap ada yang menanyakannya karena banyak orang yang mengaku jadi kiai, ulama dan ustadz, tapi laku dan akhlaknya tidak mencerminkan kiai. Ciri-ciri seorang kiai pun mulai dibahas dalam forum-forum santri jagong di beberapa tempat.
Hal itu juga yang menjadi salah satu perbincangan hangat antara 7 orang anggota Ansor Ngabul ketika sowan ke Kang Kiai Akhid Turmudzi, di rumahnya, Banyuputih, Kalinyamatan, Jepara, Senin (14/05/2019) malam.
Kata Kang Akhid, menjadi kiai itu tidak mudah, sebagaimana menjadi seorang profesional. Alasannya, untuk menjadi kiai, yang dibutuhkan bukan sertifikat, tapi pengakuan masyarakat. Makanya, menanyakan bagaimana cara menjadi kiai adalah salah. Kiai bukan profesi, tapi gelar kehormatan. Baca: Kiai Shobari Bugel Jepara: Galak Ngaji Tapi Dicintai.
Untuk mendapatkan pengakuan dari masyarakat, banyak yang tidak sabar menjalani proses. Saking tidak sabarnya, manajemen penokohan menjadi kiai pun kadang disusun untuk menaikkan daya tawar kepada masyarakat. Seperti artis saja. Kiai yang maksa menjadi tokoh kiai, acap menggelar acara-acara bertajuk ngaji/kajian agar banyak warga yang kemudian menjadi murid ngaji atau anggota ngaji.
Cara Menjadi Seorang Kiai
Padahal, sekali lagi, menjadi kiai itu prosesnya mengalir dan bergerak bersama dengan masyarakat. Pengaruh seorang kiai bukan cuma dari cara dia mengaji, tapi juga cara dia mendidik masyakarat.
Tidak ada masyarakat yang mau dipaksa memberikan pengakuan sebagai kiai kepada seorang tokoh, meskipun dia alim agama dan mondok puluhan tahun. Kiai adalah produk masyarakat, bukan produk pesantren saja. Begitu kata Gus Mus suatu kali.
Kang Akhid Turmudzi (kanan) saat jagongan ihwal problem kiai. |
Kiai juga harus sabar mendidik masyarakat dan mau melegakan waktu untuk masyarakat ketika diminta, bukan maksa supaya diberi panggung.
"Sabar ora nduwe duit kuwi cobane kiai sing gedhe kang," kata Kang Akhid, disambut tawa.
Ada juga yang tidak sabar menerima cobaan menjadi kiai yang ditokohkan masyarakat hingga akhirnya dia pensiun dini menjadi seorang kiai. Ini benar ada dan nyata. Dimana-mana dia mengaku sebagai dongkol kiai atau mantan kiai. Tapi tidak akhirnya beralih profesi sebagai orang yang tidak suka kiai.
Baca: Jenderal Hirohito Jepang Masuk Islam Setelah Kalah Silat dengan Kiai Gunardho
Dia yang menjadi mantan kiai itu mengaku sudah tidak mau disebut kiai karena sudah tidak mau berceramah dalam acara hajatan warga atau memimpin sebuah acara tahlilan. Hanya karena itu saja dia mengaku menjadi dongkol kiai.
Berat bukan menjadi kiai? Tapi anehnya, kini, hanya berbekal ilmu sedikit tentang agama, channel Youtube dibuat untuk branding diri menjadi seorang kiai, ustadz atau ahli ceramah. Dikiranya, menjadi ustadz itu hanya bertugas menjadi seorang penceramah saja.
Apa mereka tidak paham kalau banyak orang yang memaksa diri menjadi penceramah dengan panggung buatannya itu, justru malah menjadi benalu di masyarakat karena cara-cara yang dipakai kurang ma'ruf, meskipun maksudnya nahi munkar? Duh.
Baca: 9 Syarat Mencari Ilmu Agar Sukses, Sempurna dan Bermanfaat
Menjadi kiai itu syaratnya tidak mudah ndoro! Jangan memiliki cita-cita menjadi kiai. Berat ndoro. Tanggungjawabnya dunia akhirat dan syaratnya lagi, harus sabar tidak menjadi orang kaya. Kecuali menjadi kiai kebokenongo atau kiai pleret, nama sebuah keris. Hahaha. [badriologi.com]