Mbah Hasan Mangli atau Mbah Hasan Askari (lahir di Jambu Timur, Mlonggo, Jepara) pernah memprediksi kedatangan Kiai Umar Senenan ke mushalla Ar-Rahmat tahun 1991. |
Oleh M Abdullah Badri
NAMANYA Pak Umar. Ia seorang kiai mushalla Ar-Rahmat di Desa Senenan, Tahunan, Jepara depan RSUD Kartini Jepara. Dulunya, dia adalah seorang kuli yang biasa mondar-mandir dari Bangsri, tempat lahirnya, ke Jakarta.
Tahun 90an, Kiai Amin Rochman mendapatkan perintah dari KH. Hasan Askari (Mbah Mangli) agar mendirikan mushalla di dekat rumahnya, Senenan, Tahunan, Jepara. Tapi, karena beliau adalah seorang pegawai negeri, perintah itu tidak segera diiyakan meskipun sangat mudah mencari dana pembangunan mushalla.
"Sudah, jangan khawatir, nanti ada yang merawat mushallamu, orangnya kecil dan bakal datang," kata Mbah Mangli meyakinkan Kiai Amin Rochman.
Baca: Syaikh Rodhi, Misionaris Wahabi Abad 19 yang Minggat Pasca Kalah Debat dengan Kiai Menara
Tahun 1991, saat Kiai Umar pulang dari perantauan di Jakarta, ia kemudian bekerja di sekitar Senenan, dan sering jama'ah di mushalla tersebut. Kiai Amin kemudian bilang kepadanya, "apakah jenengan yang pernah dikatakan Mbah Mangli itu kang," ujarnya.
"Maksudnya kiai?"
Kiai Amin kemudian menceritakan kisah perintah Mbah Mangli kepadanya agar membangun mushalla yang kelak akan didatangi seorang pemuda kecil sebagai nadzir mushalla. Kiai Umar memang bertubuh kecil, berkulit sawo matang dan bersih.
Cerita itu hanya direspon senyum oleh Kiai Umar. Tapi dalam hati, dia muncul mahabbah kepada Mbah Mangli yang memprediksi kedatangannya. Dalam sebuah malam, ia kemudian berdoa ingin bertemu dengan Mbah Mangli, saking mahabbahnya.
Permintaan itu tak lama mendapatkan jawaban dari Allah Swt. Kiai Umar tiba-tiba didatangi seorang lekaki paruh baya ke mushalla Ar-Rahmat.
"Jenengan ingin bertemu Mbah Mangli? Saya antar sekarang. Mbah Mangli di Jepara," kata laki-laki itu kepada Kiai Umar, suatu malam, tiba-tiba.
Link artikel ini: http://bit.ly/2ZAP7I1
Ke Mantingan, Kiai Umar kemudian diantar menggunakan motor oleh lelaki tersebut, yang tidak diketahui namanya.
Benar saja, di Mantingan, Kiai Umar bertemu dengan Mbah Mangli di sebelah Selatan masjid samping pintu masuk ke kompleks makam Nyai Ratu Kalinyamat, Sultan Hadlirin dan Raden Arya tersebut.
Mbah Mangli kala itu berada di Mantingan untuk ziarah ke makam orangtua dan nenek-moyang di kompleks tersebut. Sayang, saat bertemu dengan Mbah Mangli, Kiai Umar hanya bersalaman dan cium tangan. Tidak ada dialog panjang yang terjadi.
Kiai Umar Senenan yang diprediksi Mbah Mangli datang ke mushalla Ar-Rahmat dan bertemu dua kali dengan Mbah Hasan Mangli setelah berdoa. (Foto: dokumen pribadi). |
Pertemuan pertama Kiai Umar dengan waliyullah Mbah Hasan Mangli ini ternyata berlanjut di doa selanjutnya. Suatu malam, saat shalat, Kiai Umar berdoa agar bisa sowan ke ndalem Mbah Mangli di Magelang.
Tak berapa lama, lagi-lagi Kiai Umar didatangi oleh seorang laki-laki yang hendak berangkat rombongan ke Mangli, Magelang. Dari mushalla Ar-Rahmat itu, Kiai Umar berangkat, dijemput tanpa permintaan dan apalagi undangan.
Baca: Komunitas Muslim Pabrik di Jepara Batal Ngundang Adi Hidayat Karena Ribet Ngartis
"Tiba-tiba saja saya diajak oleh tersebut tanpa kenal siapa dia sampai sekarang," jelas Kiai Umar.
Kiai Umar jadi paham, barangkali hidupnya diberkahi menjadi seorang nadzir mushalla. Hingga kini, pasca dari mushalla Ar-Rahmat, Kiai Umar masih mengabdi menjadi nadzir di mushalla lain dan sering diminta menjadi khatib Jumatan.
Mbah Mangli yang mengawal keberkahan hidupnya. InsyaAllah. [badriologi.com]
Keterangan:
Esai ini saya tulis berdasarkan keterangan Kiai Umar sendiri saat main ke rumah, Rabu malam (19 Juni 2019) bersama tiga rombongan dari Senenan.