Gus Baha' saat menghadiri haul KH. Ahmad Nur Muttaqin di Ponpes Damaran 78 Kudus, Sabtu Pahing, 12 Mei 2018 M/26 Sya'ban 1439 H/26 Ruwah 1951 Tahun Dal. Foto: panitia haul. |
Oleh M Abdullah Badri
SELAIN di Yogyakarta dan Narukan, sejak tahun 2018 KH. Ahmad Baha'uddin Nur Salim (Gus Baha'), memiliki rutinan ngaji di Pondok Mazro'atul Ulum, yang populer disebut Pesantren Damaran 78 Kudus. Bagaimana sejarah Gus Baha' menjadi pengasuh pesantren, yang menurut dugaan penulis berusia tertua di Kudus tersebut. Yuk baca! Panjang tapi insyaAllah berkah.
Ponpes Damaran yang terletak 15 meter di belakang Makam Sunan Kudus, lokasinya ada desa yang pernah menjadi jejak kematian Sultan Hadlirin. Dinamakan Damaran karena saat mayat Sultan Hadlirin yang meninggal dibunuh oleh anak buah Arya Penangsang usai sowan Sunan Kudus, suasananya sudah menjelang sore, penglihatan bala tentara Nyai Ratu Kalinyamat (alias Retna Kencana binti Sultan Trenggono, istri Sultan Hadlirin bin Mughayyat Syah, Aceh) makin samar-samar dan membutuhkan damar (Jawa) atau sorot cahaya api.
Disebut kemudian sebagai Damaran. Sejarah toponimi Desa Damaran ini bisa dibaca di buku-buku sejarah lokal. Sudah banyak ditulis.
Karena pesantren tersebut berdiri di Desa Damaran, orang zaman dulu menyebutnya sebagai Pesantren Damaran. 78 hanya penanda alamat rumah yang kini masih kokoh dihuni oleh pengasuhnya, dari generasi ke generasi.
Baca: Syaikh Rodhi, Misionaris Wahabi Abad 19 yang Minggat Pasca Kalah Debat dengan Kiai Menara
Ponpes Damaran menjadi pembeda alamat dengan ponpes Damaran lainnya yang ada di Desa Damaran, seperti Ponpes Al-Mubarokah No. 132 Damaran, Ponpes Kamal (Damaran Kulon) dan Ponpes lainnya yang ada di Damaran waktu itu.
Nama Mazro'atul Ulum mulai dikenal setelah tahun 90an yang saat itu dipimpin KH. Ahmad Nur Muttaqin, yang menurut Kiai Suyuthi, alumni Damaran 78 Kudus, kemungkinan diberikan pertama kali oleh KH. Arawani Amin, dengan lurah pondok pertama tahun 1995 bernama Agus Imam Ma'rufin (Banyuwangi). Sebelumnya, Ponpes Damaran 78 dulu lebih dikenal dengan sebutan pesantren gedoeng (gedung).
Penamaan gedoeng sangat mungkin dipakai karena Ponpes Damaran 78 Kudus berada di luas area 300an meter tanah pondok yang dikelilingi tembok tinggi, besar, membentuk setengah lingkaran "L" dan ada bangunan rumah wakaf (ndalem inti).
Saat tim Damaran 78 sowan ke KH. Syaroni Ahmadi pada Jumat, 26 Oktober 2018, Ponpes Damaran 78 Kudus disebut beliau sebagai Damaran Wetan dan Ponpes Kiai Hambali/Kiai Kamal disebut sebagai Damaran Kulon karena letaknya yang berbeda saja.
Di dalam gedung Ponpes Damaran 78 sekarang terdapat 4 kamar utama yang menyatu dengan ruang mushalla di tengahnya, 1 ruang tamu santri (sekaligus kantor berisi seperangkat alat komputer lengkap), 1 ruang aula besar, 1 ruang belajar sorogan, 1 ruang mudarosah, 3 kamar mandi, 1 dapur, 3 toilet santri, 1 toilet kiai dan 1 kamar mandi ndalem.
Rumah wakaf pesantren yang diberi nama "Darul Aamaan" (rumah teraman) itulah yang hingga kini jadi kediaman inti para pengasuh, terdiri atas ruangan dalam untuk para tamu kiai, dapur ndalem yang cukup luas, serta ruang tamu VIP ndalem.
Di atas bangunan rumah yang masih masih berdiri kokoh dengan batu bata kuno tersebut, tertera tanggal 27 Rajab 1343 H, yang penulis hitung bertepatan dengan 21 Februari 1925 M. Jatuh pada Hari Sabtu Wage. (cek di SINI). Sekarang sudah berusia 94 tahun (1925-2019).
Menurut keterangan Ibu Nyai Aminah saat penulis sowan pada 29 Oktober 2018, kondisi bangunan pesantren Damaran 78 Kudus dari sejak beliau kecil tidak pernah berubah. Dari dulu memang, kata beliau, sudah bertembok besar dan tidak pernah ada bangunan kayu laiknya ponpes lainnya kala itu. Wajar disebut pondok gedoeng.
Rumah ndalem inti Ponpes Damaran 78 Kudus bertulis kalender 27 Rajab 1343 H/21 Februari 1925. |
Penulis belum mendapatkan keterangan pasti atas keberadaan catatan tanggal dari rumah ndalem pengasuh tersebut. Apakah catatan itu tanggal dimulainya pembangunan rumah atau diakhirinya renovasi bangunan yang dihuni terakhir oleh Ibu Nyai Hj. Aminah (wafat pada 12 April 2019, Jumat Pahing), putri satu-satunya dari Kiai Muslichan Adjhuri.
Ibu Nyai Aminah adalah istri dari KH. Ahmad Nur Muttaqin (Mbah Nur), pengasuh Pesantren Damaran 78 yang wafat ila rahmatillah pada Senin Legi, 26 Sya'ban 1425 H (11 Oktober 2004 M) saat penulis masih santri aktif di sana. Nyai Aminah merupakan pengasuh terakhir setelah Mbah Nur (penulis tidak akan bahas panjang lebar siapa beliau karena masih belum diijinkan).
Nyai Aminah adalah putri dari Ibu 'Aizzah binti KH. Ahmad Fauzan, yang pernah mengasuh Pesantren Damaran 78 setelah kepemimpinan ayah beliau, KH. Ma'shum bin KH. Sholeh. Nama terakhir ini disebut-sebut sebagai pendiri pertama pesantren Damaran 78 meski Kiai Sya'roni Ahmadi yang pernah bertemu dengan Kiai Fauzan tidak bisa mengonfirmasi kabar ini.
Baca: Masjid Mantingan Dibangun Retna Kencana, Dibantu Kiai Telingsing
Dari jalur perempuan, Ibu 'Aizzah adalah putri Ibu Nyai Munijah Damaran (istri KH. Ahmad Fauzan). Ibu Munijah inilah yang hidup melewati episode Ponpes Damaran 78 diasuh oleh beberapa pengasuh pasca KH. Ma'shum bin KH. Ahmad Sholeh, dengan corak dan fokus keilmuan yang sempat berubah sesuai zaman. Berikut urutan nama pengasuh Ponpes Damaran 78.
- KH. Ahmad Sholeh bin KH. Asnawi bin Nyai Jiroh binti Nyai Godek binti KH. Mutamakkin.(Kajen, Margoyoso, Pati, Jawa Tengah). Baca: KH. Mutamakkin dan Cerita Batu Ginjal.
- KH. Ma'shum bin KH. Ahmad Sholeh.
- KH. Ahmad Fauzan bin KH. Ma'shum.
- KH. Mushlichan bin Adjhuri (menantu Kiai Fauzan, suami Ibu 'Aizzah).
- KH. Asnawi Bendan (cucu keponakan KH. Ahmad Sholeh Asnawi, pendiri NU).
- KH. Muhammad Arwani Amin (murid KH. Asnawi Bendan saat mengasuh di Ponpes Damaran 78 Kudus).
- KH. Ahmad Nur Muttaqin (1971-2004, murid KH. Arwani Amin, suami dari Ibu Nyai Aminah, cucu Ibu Munijah binti KH. Ahmad Fauzan).
- Ibu Nyai Hj. Aminah (2004-2019).
- KH. Baha'uddin Nur Salim (2019 - sekarang, cucu ponakan Nyai Aminah dari jalur Ibu).
Tampak dalam daftar di atas, Kiai Muslichan memimpin Ponpes Damaran 78 setelah wafatnya mertua, KH. Ahmad Fauzan. Tahun wafat antar keduanya harus penulis temukan untuk memastikan berapa lama Kiai Muslichan memimpin pesantren.
Menurut keterangan yang penulis dapatkan, Kiai Muslichan Adjhuri yang masih terhitung kakak kandung KH. Turaichan Adjhuri tersebut hanya memimpin beberapa saat sebelum diteruskan kelanjutan pengajarannya oleh KH. Asnawi Bendan, yang juga masih saudara satu buyut dengan Ibu Kiai Turaichan, Nyai Sukainah (istri KH. Syarofuddin) binti Nyai Aminah binti KH. Asnawi Sepuh, ayah KH. Ahmad Sholeh.
Baca: Kebiasaan Mbah Makshum Lasem Sowan ke Para Santri “Ngisor Gedang”
Saat dipimpin KH. Asnawi Bendan ini, Ibu Munijah bertindak sebagai pemegang kebijakan dan Kiai Asnawi adalah pengasuh ponpes yang mengajar langsung para santri tapi tidak tinggal di ndalem inti pesantren.
Peran Ibu Munijah sebagai pelaksana harian Ponpes Damaran 78 berlanjut hingga kepemimpinan pesantren diteruskan oleh KH. Arwani Amin. Bukti ini setidaknya ditunjukkan dengan temuan teks peraturan pondok yang ditandatangani Ibu Nyai Munijah sebagai pengurus dan Kiai Arwani sebagai pelindung.
Saat memimpin Ponpes Damaran, Kiai Arwani sering wira-wiri (pulang-pergi) antara Damaran dan rumahnya, yang sekarang jadi toko Kitab Mubarokatan Thoyyibah itu. Begitu pula dengan Kiai Asnawi Bendan. Saat menjadi kiai di Damaran beliau juga wira-wiri Damaran-Bendan. Demikian dituturkan oleh Ibu Nyai Aminah.
Saat KH. Arwani Amin mendirikan pesantren Yanbu'ul Qur'an, Ponpes Damaran 78 masih terus menggelar mudarosah (mendaras Al-Qur'an) bersama antara santri Yanbu' dan Damaran meski keberlanjutan pengasuh sudah berganti ke KH. Ahmad Nur Muttaqin dengan Ibu Nyai Aminah sebagai penerus ndalem inti pesantren pasca Ibu Munijah. Kiai Nur menjadi bagian dari keluarga ndalem di kemudian hari setelah beliau dinikahkan dengan Ibu Nyai Aminah.
Meski sekarang Ponpes Damaran 78 menjadi pesantren Al-Qur'an, para penghafal Qur'an, tapi sejarah membuktikan, saat pengurusnya dipimpin Ibu Nyai Munijah, Damaran 78 Kudus pernah dikenal sebagai pesantren kitab sebagaimana pesantren Sarang, Lirboyo dan Kediri yang juga dikenal demikian.
Saat diampu oleh Kiai Fauzan, KH. Sya'roni Ahmadi mengaku sering digendong ayahnya untuk ngaji Kitab Fathul Qarib ke Damaran. Saat itu usianya masih 8 tahun. Kiai Sya'roni mengenang, saat kecil beliau hanya membawa kitab dan ngaji ke Kiai Fauzan Damaran lalu tidur dan pulang karena memang belum paham kitab kuning. Selain Fathul Qarib, kitab yang dibaca Kiai Fauzan saat itu juga membaca Kitab Fathul Mu'in.
Karena itulah Kiai Sya'roni menyebut Pondok Damaran Wetan (diasuh Kiai Fauzan) sebagai pondok kitab, dan Pondok Damaran Kulon (diasuh oleh Kiai Hambali/Kiai Kamal, paman Kiai Fauzan karena beliau adik KH. Ma'shum, ayah Kiai Fauzan) sebagai pondok Qur'an.
Salah satu bukti Pondok Damaran Wetan sebagai pondok kitab adalah ditemukannya barisan Kitab Syarah Ihya Ulumuddin berjudul Ithafus Sadatil Muttaqin yang di halaman depan kitabnya tertulis Ibu Munijah Damaran sebagai pemilik. Ini dokumennya.
Dokumen kitab ndalem inti Ponpes Damaran 78 Kudus tertulis sebagai pemilik (mutahiqqah), Ibu Munijah Damaran Kudus. Foto: dokumen pribadi penulis. |
Selain kitab di atas, di lemari ndalem inti juga masih tersimpan rapi kitab-kitab kuno semacam Irsyadus Syari syarah Shahih Bukhari, kitab Tafsir Al-Qur'anul Adhim yang ditulis tangan dengan tinta secara manual dan kitab-kitab lainnya.
Kitab Tafsir Al-Quranul Adhim tulisan tangan yang masih bisa ditemukan di rak ndalem inti Ponpes Damaran 78 Kudus. Foto: dokumen pribadi penulis. |
Meski tersimpan rapi, kitab-kitab tersebut sudah kian rapuh kertasnya sehingga ada yang dibungkus plastik agar tetap bisa dilestarikan sebagai bukti bahwa Ponpes Damaran 78 Kudus dulu pernah menjadi rujukan pengajian kitab kuning para santri yang datang dari luar daerah.
Beberapa santri Damaran 78 Kudus diketahui pernah meminjam kitab-kitab yang ada di ndalem inti tersebut untuk dibawa pulang. Karena tidak dikembalikan, beberapa kitab di lemari yang penulis periksa ada yang tidak lengkap meski masih terhitung banyak jumlah jilidnya.
Menurut keterangan yang penulis dapatkan dari Kiai Ali Imron, salah satu pengasuh harian Ponpes Damaran 78 sekarang, KH. Makshum (ayah KH. Ali Makshum Krapyak) pernah mondok di Damaran 78, berguru kepada Kiai Ma'shum dan Kiai Syarofuddin, kakek Kiai Turaichan Al-Falaki. (Keterangan ini sesuai dengan artikel berjudul Biografi KH. Ma'shum, baca paragraf keempat di link situs Ladunni.id tersebut).
"Kiai Maksum bilang, aku pernah ngising (buang hajat) ning Damaran," kata KH. Ahmad Nur Muttaqin ke Kiai Ali Imron suatu ketika, saat rokan bersama santri membersihkan toilet Ponpes Damaran 78 Kudus.
Selain Kiai Makshum Lasem dan Kiai Arwani, beberapa ulama' besar pulau Jawa, sebagaimana penulis ketahui pernah nyantri di Damaran 78, antara lain: adalah: KH. Sholeh Darat (zaman KH. Sholeh Asnawi), KH. Hasan Askari/Mbah Hasan Mangli (zaman KH. Arwani Amin). Kamar kedua ulama itu katanya ada di bagian Utara sebelah Timur. Baca: [Karomah] Mbah Mangli yang Mengetahui Kapan Seorang Kuli Jadi Kiai.
Meski KH. Sya'roni Ahmadi pernah ikut ngaji di Damaran zaman KH. Ahmad Fauzan, beliau menyebut bukan santri mukim namun "hanya ikut ngaji" karena orangtuanya sangat menginginkan beliau menjadi orang yang baik dan alim meski masih berusia sangat muda, 8 tahun.
Kini, setelah Ibu Nyai Aminah, pengasuh Damaran 78 Kudus adalah para alumni yang pernah setoran hafalan Al-Qur'an kepada KH. Ahmad Nur Muttaqin. Antara lain: Kiai Ali Imron dan Kiai Khoirul Mubarok, dibantu Kiai Hamdan, Kiai Muhammad Fadhil dan Kiai Hamdani.
Kedua nama awal pengasuh itulah yang bergantian mengurus berlangsungnya proses pembelajaran 100an santri aktif di Ponpes Damaran 78 Kudus setiap hari, dengan Gus Baha' sebagai penerus ndalem inti yang istiqamah menggelar rutinan ngaji kitab setiap bulan sekali. (Kapan? Baca terus!)
Gus Baha' menjadi pengasuh ndalem inti setelah mendapatkan wasiat meneruskan keberlangsungan ngaji di pondok pesantren tua itu dari Ibu Nyai Aminah, cucu canggah pendiri Ponpes, KH. Ahmad Sholeh. Urutan silsilahnya begini:
1. Ibu Nyai Aminah, binti
2. Ibu Nyai 'Aizzah, binti
3. KH. Ahmad Fauzan, bin
4. KH. Ma'shum, bin
5. KH. Ahmad Sholeh Asnawi (pendiri).
Dari jalur nenek, Gus Baha' bertemu nasab dengan Ibu Nyai Aminah sebagai keponakan dari Ibu Nyai Hafshah Sedan (kakak putri KH. Ahmad Fauzan). Dari jalur Kiai Sholeh ini, lahir pula ulama-ulama besar Indonesia, seperti KH. Ahmad Sahal Mahfudz dan KH. Said Aqil Siraj.
Silsilah KH. Sahal Mahfudz dan KH. Said Aqil Siraj yang bertemu di KH. Ahmad Sholeh, pendiri Ponpes Damaran 78 Kudus. Foto: hasil transkip penulis dari lembaran silsilah keluarga KH. Asnawi sepuh. |
Urutan silsilah KH. Sahal Mahfudz ke keluarga Damaran 78 Kudus:
1. KH. Ahmad Sahal Mahfudz, bin
2. Nyai Badi'ah, binti
3. Nyai Hafshoh, binti
4. KH. Ma'shum, bin
5. KH. Ahmad Sholeh, bin
6. KH. Asnawi Sepuh.
Sementara, urutan silsilah KH. Said Aqil Siraj ke keluarga Ponpes Damaran 78 Kudus adalah:
1. KH. Said Aqil Siraj, bin
2. KH. Aqil, bin
3. Nyai Fathimah, binti
4. Nyai Fadhilah, binti,
5. KH. Ahmad Sholeh, bin
6. KH. Asnawi Sepuh.
Ini urutan silsilah Gus Baha' hingga sampai kepada pendiri Ponpes Damaran 78 Kudus:
1. KH. Ahmad Baha'uddin, bin
2. Nyai Zuhanidz, binti
3. Nyai Fathimah, binti
4. Nyai Shofiyah, binti
5. Nyai Hafshoh, binti
6. KH. Ma'shum, bin
7. KH. Ahmad Sholeh, bin
8. KH. Asnawi Sepuh.
Dari silsilah ini, antara Kiai Sahal, Kiai Said dan Gus Baha' terhitung masih saudara meski bertemu di urutan silsilah ke-7 (mulai dari Gus Baha'). |
Dalam urutan silsilah tersebut, Gus Baha' adalah cucu anak ndulur (keponakan) dari Kiai Sahal yang bertemu di nenek canggah (Nyai Hafshoh). Karena Ibu Nyai Aminah binti Muslichan adalah cucu KH. Fauzan dari jalur ibu (Nyai 'Aizzah), maka, antara Gus Baha' dan Nyai Aminah juga cucu keponakan.
Demikian pula dengan Kiai Said Aqil, Gus Baha' adalah cucu keponakan yang bertemu di kakek gantung siwur (urutan ke-7), yakni KH. Ahmad Sholeh bin KH. Asnawi Sepuh, yang mendirikan Ponpes Damaran 78 Kudus.
Dari urutan silsilah di atas, Kiai Said Aqil diketahui lebih tua dari Kiai Sahal Mahfudz karena buyut Kiai Said (Nyai Fadhilah) adalah kakak dari buyut Kiai Sahal, KH. Ma'shum yang juga merupakan kakak misanan (saudara satu nenek) Nyai Aminah dari jalur ibu (Nyai 'Aizzah).
Dari KH. Asnawi (ayah Kiai Sholeh) silsilah antara Kiai Sahal, Kiai Said Aqil dan Gus Baha' juga bersambung ke atas hingga kepada KH. Mutamakkin dan Joko Tingkir (tidak penulis sertakan). Berikut selengkapnya:
Silsilah Kiai Sahal dan Kiai Said hingga ke KH. Mutamakkin Kajen. Foto: hasil transkip penulis dari lembaran silsilah keluarga KH. Ahmad Sahal Mahfudz. |
Jadi, dari urutan silsilah di atas, Kiai Asnawi Sepuh Kudus diketahui jelas sebagai cucu KH. Mutamakkin Kajen, Pati, Jawa Tengah. Damaran 78 Kudus bagian dari ekosistem yang menyimpan data sejarah keberlangsungan sanad ilmu maupun silsilah orang-orang alim, sholeh dan mulia.
Gus Baha' menjadi sosok pengasuh ndalem inti Pesantren Damaran 78 Kudus, yang selain alim kitab juga hafal Al-Qur'an serta menguasai kitab-kitab tafsir hingga diakui kepakarannya oleh KH. Maimoen Zubair dan Prof. Habib Quraish Shihab, penulis Tafsir Al-Mishbah.
Demikian sejarah Gus Baha' menjadi pengasuh Pesantren Damaran 78 Kudus yang rutin ngaji kitab tiap Jumat awal bulan menurut tahun miladiyah, yang sering disebut Kiai Syaroni Ahmadi sebagai Tahun Umum (TU). [badriologi.com]
M Abdullah Badri,
santri aktif Damaran 78 Kudus tahun 2002-2005.