Ngaji Rijalul Ansor GP. Ansor Ranting Ngabul, di Masjid Al-Ihsan, Krajan Kalitekuk, malam Jumat (22 Agustus 2019). |
Oleh M Abdullah Badri
DALAM Bab Afdaliyatu Ashhabin Nabi (Keutamaan Para Sahabat Nabi), KH. Sya'roni Ahmadi menyebut Surat Al-Hasyr ayat ke-8 dan ke-9 sebagai pijakan dalil keutamaan sahabat dalam karyanya, Farai'dus Saniyyah.
لِلْفُقَرَاءِ الْمُهَاجِرِينَ الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ وَأَمْوَالِهِمْ يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا وَيَنْصُرُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ ۚ أُولَٰئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ
Artinya:
"(Juga) bagi orang fakir yang berhijrah yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka (karena) mencari karunia dari Allah dan keridhaan-Nya dan mereka menolong Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar". (QS. Al-Hasyr: 8).
وَالَّذِينَ تَبَوَّءُوا الدَّارَ وَالْإِيمَانَ مِنْ قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ وَلَا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِمَّا أُوتُوا وَيُؤْثِرُونَ عَلَىٰ أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ ۚ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Artinya:
"Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshor) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshor) 'mencintai' orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka (Anshor) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung". (Al-Hasyr: 9).
Asbabun Nuzul
Asbabun Nuzul Surat Al-Hasyr ayat ke-9 bermula dari seorang sahabat Muhajirin yang sowan kepada Rasulullah Saw. karena dia kelaparan. Sayang, saat itu tidak ada makanan apapun yang bisa disuguhkan oleh Rasulullah Saw. di rumahnya.
"Siapa diantara kalian yang sanggup melayani tamu ini atas namaku?" Tanya Rasulullah Saw. kepada sahabat yang ada di dekat beliau.
Oleh seorang sahabat Anshar, pertanyaan Rasulullah Saw. tersebut langsung diiyakan. Tamu Nabi Saw. itu pun diajak ke rumahnya segera. Sayangnya, di rumahnya itu, kata istri sahabat Anshar tersebut, juga tidak ada makanan apapun kecuali sepiring makanan untuk anak mereka.
"Jika begitu, tidurkanlah dulu anak-anak kita. Setelah aku ajak mereka (tamu) duduk dan berbincang, siapkan saja makanan bagi tamu Rasulullah tersebut. Biarkanlah ada dua piring yang kosong untuk kita berdua. Jika mereka siap untuk makan, kamu berpura-puralah membetulkan lampu agar mereka tidak tahu bahwa kita tidak makan bersama," terang sahabat Anshar tersebut kepada istrinya.
Tamu Rasulullah Saw. itu pun kenyang walau keluarga sahabat Anshar tersebut kelaparan. Atas nama mencintai tamu Rasulullah Saw. yang dia adalah sahabat Muhajirin, kalangan sahabat Anshar rela memberikan makanan jatah keluarga mereka meski sangat membutuhkan (walau kana bihim khashasah).
Atas kejadian di atas, turunlah ayat ke-9 surat Al-Hasyr tersebut. Para perawi tidak ada yang menyebutkan pasti siapa sahabat Anshar yang dimaksud dalam sebab turunnya ayat tersebut.
Sebagian ada yang menyebut Tsabit bin Qais Al Anshari ra., Abu Thalhah, Sa'ad bin Abi Waqqash (seorang muhajirin sebetulnya).
Atas kejadian di atas, turunlah ayat ke-9 Surat Al-Hasyr tersebut. Para perawi tidak ada yang menyebutkan pasti siapa sahabat Anshar yang dimaksud dalam sebab turunnya ayat tersebut. Sebagian ada yang menyebut Tsabit bin Qais Al Anshari ra., Abu Thalhah, Sa'ad bin Abi Waqqash (seorang muhajirin sebetulnya).
Karena itulah, dalam dalil keutamaan sahabat, KH. Sya'roni Ahmadi menyertakan hadits larangan mencela para sahabat Rasulullah Saw.
(عن أبي سعيد الخذري رضي الله عنه قال قال النبي صلى الله عليه وسلم لا تسبوا أصحابي فلو أن أحدكم أنفق مثل احد ذهبا ما بلغ مد أحدكم ولا نصيفه (رواه البخاري
Artinya:
"Dari Abi Said Al-Khudzri, dia berkata, Rasulullah Saw. bersabda: Janganlah kalian mencela para sahabatku. Karena andai kalian berinfak emas sebesar Gunung Uhud pun, tidaklah infak itu mencapai (besarnya pahala infak) salah seorang sahabatku sebanyak satu mud atau separuhnya (saja)". (HR. Al-Bukhari)
Dalam riwayat lain, terdapat redaksi beda, yang berbunyi,
(لا تتخذوهم غرضا من بعدي فوالذي نفسي بيده لو أنفق أحدكم مثل احد ما بلغ مد أحدكم ولا نصيفه (رواه البخاري
Artinya:
"Janganlah kalian menjadikan target (permusuhan/hinaan) orang-orang setelahku (para sahabat). Demi Dzat yang nyawaku di genggaman-Nya, andai kalian berinfak emas sebesar Gunung Uhud pun, tidaklah infak itu mencapai (besarnya pahala infak) salah seorang sahabatku sebanyak satu mud atau separuhnya (saja)". (HR. Al-Bukhari).
Nabi sangat mencintai sahabat Muhajirin maupun Anshar. Dan beliau bahkan mengancam, siapa saja yang mencela kaum Anshar, dia munafiq. Nabi Saw. bersanda,
آيَةُ الْإِيمَانِ حُبُّ الْأَنْصَارِ وَآيَةُ النِّفَاقِ بُغْضُ الْأَنْصَارِ
Artinya:
"Tanda keimanan adalah mencintai sahabat Anshar, dan tanda kemunafikan adalah membenci sahabat Anshar". (HR. Muslim).
Tentang kecintaan kepada sahabat Anshar ini, silakan baca esai penulis berjudul: Kecintaan Nabi Kepada Para Sahabat Anshor.
Larangan Membenci Sahabat Nabi
Orang-orang yang membenci para sahabat antara lain adalah kaum Syiah Rafidhah yang menyebut semua sahabat Nabi Muhammad Saw., adalah murtad semua (sepeninggal Rasul). Hanya ada tiga orang yang dituduh mereka tidak murtad, yakni Al-Miqdad bin al-Aswad, Abu Dzar al-Ghifari, dan Salman al-Farisi. Pendapat ini terdapat dalam Kitab Babon kelompok Syiah berjudul Asy-Syi’ah wa Ahlil Bait (hlm. 45) yang ditulis oleh Ihsan Ilahi Zhahir.
Demikian pula, mereka juga menuduh sahabat senior semacam Sayyidina Abu Bakr As-Shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan dan Mu'awiyah sebagai berhala.
"Kami juga berlepas diri dari empat wanita: Aisyah, Hafshah, Hindun, dan Ummul Hakam. Kami juga berlepas diri pula dari semua pendukung dan pengikut mereka. Mereka semua sejelek-jelek makhluk Allah subhanahu wa ta’ala di muka bumi". Demikian tulis Muhammad Baqir Al-Majlisi dalam Haqqul Yaqin (hlm. 519).
Saking bencinya kepada sahabat, mereka sampai menulis wirid khusus melaknat para sahabat Nabi Muhammad Saw. Ini salah satunya,
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلىَ مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آلِ مُحَمَّدٍ، وَالْعَنْ صَنَمَيْ قُرَيْشٍ وَجِبْتَيْهِمَا وَطَاغُوْتَيْهِمَا وَابْنَتَيْهِمَا
Artinya:
"Ya Allah, semoga shalawat selalu tercurahkan kepada Muhammad dan keluarganya. Laknatlah kedua berhala Quraisy (Abu Bakar dan Umar bin Khattab), setan dan thaghut keduanya, serta kedua putri mereka (A'isyah dan Ummul Mukminim Hafshah)".
Kalimat shalawat laknat tersebut bisa Anda baca dalam Al-Khuthuth Al-'Aridhah (hlm: 18) karangan Muhibbuddin al-Khathib.
Mereka tidak meyakini bahwa para sahabat Nabi Muhammad Saw. adalah ibarat bintang penunjuk jalan hidayah, sebagaimana disabdakan oleh beliau, dikutip KH. Sya'roni Ahmadi juga dalam Fara'idus Saniyyah, yang berbunyi:
أصحابي كالنجوم بأيهم اقتديتم إهتديتم حديث حسن رواه إبن ماجه
Artinya:
"Para sahabatku itu seperti bintang-bintang. Kepada siapapun kalian mengikuti, kalian mendapatkan petunjuk". (Hadits hasan HR. Ibnu Majah). [badriologi.com]
Keterangan:
Esai di atas adalah bahan materi keterangan kedua yang dismpaikan penulis dalam rutinan Pengajian Rijalul Ansor GP. Ansor Ranting Desa Ngabul di Masjid Al-Ihsan (Krajan-Kalitekuk), malam Jumat Kliwon, 22 Dzulqi'dah 1440/22 Agustus 2019.