Pertemuan pengurus NU Kabupaten Jepara dengan Kapolres Jepara, AKBP Arif Budiman, di rumah dinasnya Jl. KS Tubun Jepara, Senin malam, 26 Agustus 2019. Foto: dokumen pribadi. |
Oleh M Abdullah Badri
LAMA tak tersiar kabar, eksistensi bangunan di Dusun Alang-alang Karimunjawa terdengar juga. Bila tahun 2017 lalu bangunan itu akan dijadikan pesantren bernama Al-Quds, pada tanggal 18 Agustus 2019, kabarnya sudah diwakafkan oleh Yayasan Bina Muwahhidin Sedayu, Surabaya, kepada Pengurus Daerah Muhammadiyah (PDM) Jepara dengan nama baru: Muhammadiyah Training Centre.
Saat mengikuti Dirosah Ula PC. Rijalul Ansor GP. Ansor Kabupaten Jepara pada Jumat malam, 23 Agustus 2019 di pesantren Darul Ulum asuhan Rais Syuriah PCNU Jepara, KH. Ubaidillah Noor Umar pun, saya juga mendengarkan keluhan warga Karimunjawa yang diungkapkan langsung via telepon kepada Kiai Ubaid.
Dalam percakapan tersebut, hati saya cukup bergetar karena beliau sudah terkesan tidak lagi ikut mengurusi problem gedung tersebut bila warga Karimunjawa sendiri tidak berhasil mengawasi gedung tersebut dari dugaan disusupinya paham radikalisme yang selama ini jadi ancaman dan dugaan yang mengkhawatirkan.
Kiai Ubaid bahkan mengutarakan kepada tamu-tamu peserta Dirosah Ula yang sowan ke ndalem beliau tentang kesiapana mereka bila dimintai bantuan material maupun nonmaterial. "Siap," teriak spontan para santri yang hadir, termasuk saya, yang tanpa terasa, mbrebes mili melihat kepedulian kiai sepuh NU memperjuangkan generasi muda Pulau Karimunjawa puluhan tahun ke depan.
"Aku bisa saja besok tidak bakal menangi bila ada anak cucumu di Karimun yang tiba-tiba berani melawan orangtuanya sendiri karena berbeda pemahaman. Aku juga tidak mau tanggungjawab di hadapan Allah bila di Karimun, akibat kamu tidak gagal membina generasi, akhirnya besok seperti Bali," kata Kiai Ubaid kepada seorang pria di seberang telepon sana.
Kalimat itu ternyata diulangi Kiai Ubaid saat beliau menyampaikan sesi sambutan tuan rumah kepada peserta Dirosah Ula, Sabtu siang, 24 Agustus 2019. Saya dan sahabat peserta Dirosah Ula melihat betul perasaan Kiai Ubaid atas problem wahabi Al-Quds Karimunjawa yang dalam kabar terakhir menggunakan nama PDM Muhammadiyah. Kiai Ubaid menampakkan wajah sedih, prihatin dan mengeluarkan ucapannya dengan tangan gemetar serta mata berair.
"Aku titip. Aku titip sungguh. Karimun kalian pikirkan. Aku barangkali tidak lama lagi," tutur Kiai Ubaid siang itu (24/08/2019) tepat pukul 12.04 WIB. Kiai Ubaid bahkan sampai menyebut umurnya yang sudah mencapai 72 tahun saat itu.
KH. Ubaidillah Noor Umar (pegang mic) saat menyampaikan pesan-pesan penting dalam Dirosah Ula PC. Rijalul Ansor GP. Ansor Kabupaten Jepara. Foto: dokumen peserta. |
Audiensi dengan Kapolres Jepara
Senin (26 Agustus 2019) ba'dal Maghrib, saya diminta wakil ketua PCNU Jepara untuk ikut datang ke rumah dinas Kapolres Jepara, AKBP Arif Budiman, dalam rangka audiensi "kasus terbaru" wahabi "Al-Quds" Karimunjawa yang berubah menjadi "Muhammadiyah Training Centre".
Hadir dalam pertemuan itu, antara lain: KH. Ubaidillah Noor Umar, KH. Hayatun Abdullah (Ketua Tanfidziyah PCNU Jepara), Ulul Abshor (Sekretaris PCNU Jepara), H. Hisyam Zamroni (wakil ketua PCNU Jepara), Solikhan (LBH PCNU Jepara), saya sendiri, dan empat orang rombongan lainnya.
Kiai Ubaid menjelaskan kepada Kapolres Jepara ihwal kronologi polemik "Al-Quds" Karimunjawa. Sekretaris PCNU dan LBH juga sempat menunjukkan bukti tertulis berupa surat pemberitahun, pernyataan serta beberapa dokumen fisik penting lainnya terkait "Al-Quds" Karimunjawa. Saya sendiri menyerahkan buku "Meneguhkan Jepara Bumi Aswaja" kepada Kapolres Jepara. Dokumen itu lengkap saya muat dalam buku tersebut.
Kata Kiai Hayatun, kedatangan jajaran pengurus teras PCNU Jepara kepada Kapolres AKBP Arif Budiman tiada lain hanya sebagai bentuk tindakan preventif untuk mencegah sejak dini atas hal-hal yang jelas tidak diinginkan terjadi, di kemudian hari. NU dan Muhammadiyah di Jepara sudah lama sebagai mitra kerja bersama, yang tiap tahun mengelar acara Halal Bihalal di Pendopo Kabupaten Jepara.
Inti pertemuan yang berlangsung sekitar pukul 20.00-21.34 WIB tersebut membincang gayeng dan santai tentang legalitas tanah bangunan, peruntukan wakaf (dari bentuk pesantren 'ilegal' menjadi pusat pelatihan) serta upaya pencegahan bila ada kelompok warga Karimunjawa yang menolak bangunan yang sudah nganggur dua tahun itu.
Tujuannya hanya satu, agar Jepara tidak kembali diusik oleh isu sosio-kultural yang menguras energi warganya, yang lama sudah rukun, damai dan damai, dengan slogannya: Trus Karya Tataning Bumi.
Sudah, gitu aja! Detailnya tidak perlu saya ungkap. Anda bisa membaca buku yang sudah saya tulis itu. Ada lengkap. Esai ini hanya dokumentasi waktu dan peristiwa yang barangkali bermanfaat pada puluhan tahun kemudian. [badriologi.com]