Seminar Deradikalisasi Ideologi Islam Transnasional oleh GP. Ansor Desa Guyangan, di Gedung NU Ranting Guyangan, Bangsri, Jepara, Senin sore, 12 Agustus 2019. |
Oleh M Abdullah Badri
SEMANGAT lagu "Indonesia Raya" bagi saya sebangun dengan heroisme lagu "Syubbanul Wathan" yang dicipta oleh KH. Wahab Chasbullah pada sekitar tahun 1916 saat beliau masih menggunakan organisasi Nahdlatul Wathan sebagai basis gerakan masa sebelum kelahiran Nahdlatul Ulama (NU) tahun 1926.
Tanpa bermaksud membandingkan, antara Syubbanul Wathan dan Indonesia Raya ternyata ada tingkatan heroisme wathaniyah (kebangsaan), yang, menurut penulis, lebih dominan Syubbanul Wathan. Dalam sya'irnya, semangat membakar untuk berjuang ada dan tetap menyala.
Bila Indonesia Raya bersifat deksriptif atas nasioanalisme kebangsaan, Syubbanul Wathan lebih bersifat antagonis atau cenderung bersemangat melawan. Lihatlah barisan makna sya'irnya:
Siapa datang mengancammu
Kan binasa di bawah durimu
yang digubah dari makna bahasa Arabnya berbunyi:
كُلُّ مَنْ يَأْتِيْكَ يَوْماَ
طَامِحاً يَلْقَ حِماَمًا
"Siapa pun yang datang kepadamu sekarang/suatu hari, dia bakal menjadi orang terbuang yang jatuh dalam kubangan".
Dalam syairnya yang berbahasa Arab pun, objek dari semangat heroik Syubbanul Wathan tampak jelas disebut, yang bernama ahlul wathan (اهل الوطن) atau pemuda tanah air.
ياَ لَلْوَطَنْ ياَ لَلْوَطَن ياَ لَلْوَطَنْ
"Hai pemuda tanah air, hai pemuda tanah air, hai pemuda tanah air!"
Dalam versi gubahan lagunya, makna ahlul wathan diganti terjemahannya menjadi "pusaka hati wahai tanah airku". Begitu pula makna حُبُّ الْوَطَنْ مِنَ اْلإِيمَانْ (cinta tanah air bagian dari iman) diubah menjadi "cintamu dalam imanku".
Saat menyampaikan materi yang penulis uraikan dalam esai ini. |
Sementara itu, makna أَنْتَ عُنْواَنُ الْفَخَاماَ, yang arti asalnya adalah "engkau pemilik kebanggaan/alamat kebanggaan" diubah menjadi "jangan halangkan nasibmu/bangkitlah hai bangsaku".
Penekanan terhadap adanya ancaman keutuhan negara dan oleh karena itu harus terus dibakar semangat juangnya, ada dalam syiir Syubbanul Wathan. Dan alamat bakar juang juga jelas, yakni kepada ahlul wathan (pemuda tanah air). Siapa yang dimaksud sebagai ahlul wathan?
Bila melihat kronologi sejarah sebagaimana sudah penulis uraikan dalam esai berjudul Sejarah Kronologis Terbentuknya GP. Ansor Banser NU Sebelum Kemerdekaan RI, makna terbatasnya adalah Banser alias Barisan Ansor Serbaguna, yang zaman pra kemerdekaan, sebutannya adalah ahlul wathan.
Sedangkan makna terbatasnya adalah seluruh anak muda tanah air yang mencintai negerinya (hubbul wathan). Lebih lengkapnya bacalah artikel berjudul Sejarah Kronologis Terbentuknya GP. Ansor Banser NU Sebelum Kemerdekaan RI, lagi. Terimakasih. [badriologi.com]
Keterangan:
Esai ini adalah kelengkapan dokumentasi ocehan penulis saat hadir sebagai pembicara dalam Seminar bertajuk Deradikalisi Ideologi Islam Transnasonal yang diselenggarakan PR GP. Ansor Desa Guyangan, Bangsri, Jepara, di Gedung NU ranting setempat pada Senin, 11 Dzulhijjah 1440 H/12 Agustus 2019 sore sekira pukul 16.00 - 15.30 WIB.