Terbentuknya Negara Republik Indonesia Serikat (RIS) dalam Konferensi Meja Bundar di Den Haag hingga menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tahun 1949. Foto: istimewa. |
Oleh M Abdullah Badri
INDONESIA melakukan perundingan dengan Belanda. Berlangsung di Linggarjati, Cirebon pada 15 November 1946. Surat kesepakatan ditandatangani oleh ketua utusan Indonesia saat itu, yakni Sutan Syahrir. Mufakat Linggarjati tiada guna.
Tanggal 21 Juli 1947, Belanda menyerang daerah Republik Indonesia: Cirebon, Pekalongan dan Semarang. Demak juga direbut. Tanggal 1 Agustus 1947, terjadi gencatan sejata (tidak saling menyerang). Dewan keamanan membentuk komisi yang disebut KTN (Komisi Tiga Negara).
Tanggal 17 Januari 1948, gencatan senjata ditandatangani di Kapal Renville. Ketua utusan kita (saat ini) adalah Amir Sjarifuddin. Tanggal 12 April 1948, dimulailah perundingan lagi, bertempat di Kaliurang, Yogyakarta, meneruskan perundingan di Kapal Renville. Meski begitu, Belanda masih saja berniat mendirikan negara-negara boneka seperti Madura, Sumatra Timur dan lainnya.
Tanggal 19 September 1948, Madiun direbut oleh kelompok komunis pimpinan Muso. Perebutan (tepatnya pemberontakan, pen) meluas hingga ke Magetan, Ngawi, Solo, Wonogiri, Cepu, Rembang dan lainnya. Banyak kiai dan pimpinan Islam yang disembelih (dibunuh).
Tapi, berkat pertolongan Tuhan, tentara kita -dengan bantuan rakyat-, berhasil menghadapi pemberontakan kelompok komunis Muso tadi. Akhirnya, di akhir Bulan September tahun itu, kerusuhan bisa diatasi.
Baca: Sejarah Portugis Menjajah Indonesia Hingga Terusir dari Sunda Kelapa (10)
Tanggal 19 Desember 1948, lapangan terbang Maguwo dibom. Angkatan Darat Belanda menyerbu daerah-daerah Republik. Tentara kita dan para pemimpin banyak yang menyingkir ke pegunungan dan desa-desa untuk untuk memulai perang gerilya.
Presiden Soekarno, Wakil Presiden Muhammad Hatta, Kiai Agus Salim dan para pemimpin Republik lainnya ditangkap oleh pihak Belanda dan diasingkan ke Pulau Bangka. Pemerintahan darurat akhirya dipimpin oleh Mr. Sjafruddin Prawiranegara dari Sumatra. Walaupun para pemimpin banyak yang ditangkap, tapi pemerintahan harus terus berjalan. Suasana politik sangat genting.
Dewan Keamanan (Perkumpulan Bangsa-bangsa Seluruh Dunia - DK PBB) mendesak Belanda supaya:
- Pemimpin-pemimpin yang diasingkan dikembalikan ke posisi sebelumnya,
- Daerah Istimewa Yogyakarta supaya cepat dikembalikan kepada Pemerintah Republik Indonesia,
- Agar Indonesia dan Belanda berhenti bedil-bedilan (perang senjata),
- Masalah Indonesia hendaknya diselesaikan dengan cara damai.
Belanda menurut. Tanggal 8 Mei 1949, perundingan (damai) dimulai. Wakil Indonesia adalah Mr. Roem. Wakil Belanda adalah Van Robben. Pemerintahan Republik akhirnya dikembalikan kepada Yogyakarta. Pihak Republik pun menghentikan perang gerilya.
Tanggal 23 Agustus 1949, Konferensi Meja Bundar digelar. Bertempat di Den Haag, Belanda. Utusan kita adalah Drs. Muhammad Hatta. Belanda diwakili oleh Menteri Van Maarseveen. Baca: Halusnya Cara Dakwah Para Wali di Indonesia (8).
Tanggal 2 November 1949, lanjutan dari Den Haag, Negara Republik Indonesia Sarikat (RIS) bisa dibentuk. Selain Irian Barat, daerah-daerah Indonesia dikuasai oleh RIS. Menurut keputusan, wilayah Irian masih belum dibahas (diserante'ake maneh).
Kabinet Republik Indonesia Serikat
Tanggal 17 Desember 1949, Presiden Republik Indonesia (Yogyakarta) diangkat jadi Presiden Republik Indonesia Serikat (RIS). Tanggal 20 Desember 1949, kabinet RIS dibentuk.
Pada 27 Desember 1949, Pemerintah Belanda menyerahkan kedaulatan kepada RIS. Upacaranya digelar di Amsterdam. Saat inilah hampir seluruh negara yang ada di dunia mengakui eksistensi Negara RIS. Pada 27 Desember itu, Mr. Asa'ad ditetapkan sebagai pemegang jabatan Presiden Republik (Yogjakarta).
Negara RIS sudah berdiri dan diakui kedaulatannya. Namun, karena cita-cita bangsa Indonesia adalah membentuk negara kesatuan, negara tunggal, tak lama setelah itu, -berdasarkan kesepakatan bangsa,- sifat negara RIS diubah menjadi negara yang bersifat tunggal, yakni Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). End.
Sampai di sini risalah kecil ini kami akhiri. Semoga risalah ini berguna. Washallallahu ala sayyidina Muhammadin wa alihi wa shahbihi wa sallam. Walhamdulillahi rabbil 'alamin. Tamat.
Penulis: Bisri Musthofa (12 Rabi'ul Awal 1372 H/ 19 November 1952). Penulis naskah Arab Pegon Jawa: Ahmad Rodli, Demak.
Demikian terjemah halaman 31-36 Kitab Tarikh Auliya' KH. Bisri Musthofa. Rampung tamat ditulis seluruhnya pada Senin Pahing, 9 Muharram 1441 H/ 9 September 2019 M, pukul 03.07 WIB dini hari. [badriologi.com]