Patroli Wali Paidi ke-4. Sebelumnya, Patroli Wali Paidi ke-3, baca SINI. |
Oleh M Abdullah Badri
SYARIAT menyebut pencurian harus dipotong tangan. Bagaimana bila perintah itu datang untuk menyelamatkan korban pencurian dari bahaya yang lebih besar?
Kejadian itu cukup menggegerkan pengelola makam dan masjidnya. Tepatnya saat Wali Paidi dan rombongan karyawan, -santri Kedai Kopi Paidi- diajak jalan-jalan ziarah ke Walisongo, yang kini jarang ditradisikan oleh orang-orang NU.
Wali Paidi sengaja ziarah Walisongo lengkap sebagai bentuk perlawanan halus pebisnis travel religi yang kini makin dipersempit perjalanan ziarahnya untuk wilayah Timur atau Barat, kadang ditambah ziarah ke makam-makam waliyullah yang tidak termasuk Walisongo. Dengan alasan lebih dekat jarak dan untungnya lebih besar.
Saat ziarah, Wali Paidi selalu menjadikan Yik Lukman sebagai imam tahlilan untuk puluhan karyawannya. Ini sebagai penghormatan dia kepada dzurriyah Rasulullah Saw. Semua makam, Wali Paidi selalu menjadi makmum tahlilan yang dipimpin Yik Lukman. Hanya di makam Mbah Sunan itu saja ia absen tahlilan, dan memilih ngudud Djisamsu di teras masjid dekat pawestren (khusus jama'ah peziarah perempuan).
"Kamu nyolong duit saya yah?"
Kalimat ibu haji itu menyentak udud Wali Paidi yang tersulut sampai mencelat (jatuh seperti terseungkur mendadak). Wali Paidi diam.
"Ngaku. Tadi aku melihat kamu mengambil duit saat saya wudlu. Kamu satu-satunya laki-laki gondrong berkaos putih yang di dekat sini. Iya kan? Saya melihatnya kok. Ayo ngaku!".
Wali Paidi diam. Djisamsunya dibuka lagi. Ngudud lagi. Ibu itu tambah esmosi. Ia dekati Paidi dengan suara lantang. "Maliiiing...maliiing". Orang-orang di masjid segera mendekat. Berkerumun. Ada di antaranya yang melapor ke pengurus masjid makam.
Ibu haji peziarah dari Jabar itu kemudian diajak ke ruang pengurus bersama Paidi. Di sinilah Wali Paidi baru buka suara.
"Saya tidak mencuri Pak. Ibu itu pun hanya menuduh tanpa bukti," terang Paidi ke pengurus.
Teriakan dan tuduhan ibu haji hanya berakhir pasrah dan menggerutu. Anggota jama'ah ibu peziarah ikut menenangkan. Yik Lukman yang rampung tahlilan dari makam baru mengetahui ribut-ribut "kemalingan" itu setelah semuanya tenang.
Tak terbukti nyolong, Wali Paidi bebas dari tuduhan. Tapi pengurus masjid mengajak ngobrol berdua dengan Paidi, di pojok masjid. Yik Lukman dan rombongan ngopi di warung sebelah makam. Harap-harap cemas tentu.
"Aku tahu. Kamu yang ambil duit itu tanpa melibatkan jasadmu," pengurus masjid mulai terus terang, "itu tetap mengambil yang bukan hakmu. Buat apa duitnya?" tambahnya.
"Sakti juga orang ini," batinnya. Wali Paidi masih diam.
"Aku tahu kamu termasuk yang dicintai Mbah Sunan karena kamu pernah 7 tahun tirakat di sini. Jadi aku biarkan dirimu tanpa hukuman. Aku tidak berani mengambil kesimpulan. Tapi untuk apa mengambil duit peziarah".
Lagi-lagi Wali Paidi hanya diam. Lama. Pertemuan hanya berakhir dengan salaman dan rangkulan saja. Tanda bersaudara, meski salah satunya masih ada yang menyimpan misteri.
"Diapain, Mbah?" Tanya Yik Lukman di perjalanan menuju makam Sunan Bonang, dalam bus rombongannya.
"Ditanya-tanya. Tapi aku diam. Ya bingung lah dia. Hahaha".
Di Tuban, saat sampai di terminal menuju Makam Sunan Bonang, Yik Lukman diberi segepok duit Rp. 3 juta oleh Paidi agar dikasi ke pegawai minimarket yang perempuan, di kasir. Yik Lukman menuruti saja.
Sementara itu, Paidi langsung menuju toko bos kasur di samping makam. Ia kasi pula Rp. 3 juta yang dibungkus plastik hitam. Lalu pergi.
"Sudah kamu kasikan Yik?".
"Sudah".
"Aku juga sudah".
"Kamu kasi duit ke siapa Mbah?"
"Ke bos kasur".
"Bos itu lagi bangkrut karena habis acara Hari Santri kemarin, duitnya belum dibalikin oleh panitia. Aku kasihan padanya. Makanya, aku kasi dia sedikit modal lagi biar bisa kulakan. Masak gara-gara acara mulia dia kehabisan modal. Sambil nunggu panitia balikin utang, dia bisa terus berjualan," terang Paidi.
"Yang karyawan tadi ternyata langsung sujud syukur. Dia ngaku sangat membutuhkan uang itu karena tokonya habis kemalingan, dan kebetulan yang jaga saat itu dia. Dia harus mengembalikan uang toko jika tidak ingin dipecat. Duit itu katanya akan dibuat membayar hutangnya, meski dia tidak berhutang," kata Yik Lukman.
Mereka saling lirik cengengesan. Saling paham dan lempar senyum gembira merasa sudah bisa membahagiakan orang lain. Rombongan ziarah Kedai Kopi Paidi lainnya di barisan kursi belakang bus hanya menyaksikan.
"Itu tadi duit dari bu haji yang ziarah tadi siang kan?"
"Lha duit siapa lagi?" Jawab Wali Paidi.
"Kamu berani banget".
"Kasihan juga ibu tadi. Tapi lebih kasihan kalau duitnya tidak kita sedekahkan atas nama dia. Mbah Sunan yang menyuruh. Kata Mbah Sunan, -pas ente ziarah di dalam makam tadi,- si ibu itu pelit banget. Hartanya penuh hak orang lain. Tidak pernah zakat dan sedekah. 'Ambil duitnya, sedekahkan, niatkan atas nama Haji Zahrah biar hartanya bersih agar rombongannya diberi keselamatan oleh Allah dari kecelakaan bus yang memakan korban nyawa'. Begitu kata Mbah Sunan tadi Yik".
"Kecelakaan?"
"Iya, kata Mbah Sunan begitu. Dan harta bu Haji Zahrah dijadikan sebagai tolak balak sekaligus pembersih hartanya. Kita sudah melakukannya. Kalau Mbah Sunan yang menyuruh, apapun aku lakukan Yik, meski secara syariat kelihatannya berdosa. Mbah Sunan itu sudah wafat, dunia bukan lagi kepentingan beliau. Beliau itu sangat sayang umat Nabi Muhammad Saw.".
"Aku jadi paham mengapa Mbah Misbah Musthofa [dalam Tafsir Tajul Muslimin] membagi syariat ke dalam dua hal. Pertama, ala iradatillah (atas kehendak Allah), dan tidak ada hubungannya langsung dengan pahala dan dosa. Kedua, ala amrillah (atas perintah Allah), ini yang ada kaitannya langsung dengan dosa dan pahala. Orang-orang yang mahabbah kepada Allah-nya sudah membatin, ia tidak sedih dicela orang lain karena amalnya, menurut orang lain, tidak bersyariat. Urusannya bukan lagi menumpuk pahala, tapi kualitas taqarrubnya yang harus lebih dekat kepada-Nya," tandas Yik Lukman. Wali Paidi mengamini dalam diam.
***
"Bos, ada berita kecelakana di televisi, itu kayaknya rombongan yang siang tadi ribut dengan jenengan," kata sopir bus rombongan Wali Paidi.
Di Tol Cipali, berita televisi itu menyebut ada rombongan ziarah Walisongo yang kecelakaan. Hanya mengalami tabrakan bagian depan. Tidak ada korban jiwa.
"Loh, kok masih kecelakaan Mbah. Kamu ambil duitnya kurang banyak paling," kata Yik Lukman.
"Ah elu. Ambil segitu aja aku sudah mau dihakimi massa". Sokooor. Hahaha. [badriologi.com]
Keterangan:
Ini adalah serial Patroli Wali Paidi (edisi 4). Rampung ditulis Selasa, 28 Oktober 2019 - 01.18 WIB.