Fasiltas kamar penginapan H. Abdul Ghani, Barat makam Syaichona Cholil Bangkalan, Madura. Foto: dokumentasi penulis, 11 Desember 2019. |
Oleh M Abdullah Badri
BEGITU sampai di Kompleks Masjid Syaichona Cholil bin Abdul Lathif Bangkalan pada Selasa (10/12/2019) jelang Subuh, saya langsung mencari penginapan sekitar makam, di lingkungan Jl. Mertajasah itu. Baca esai sebelumnya: Perjalanan Ziarah ke Makam Syaichona Cholil Bangkalan, Madura.
Tanya-tanya ke bakul sate sebelah Utara masjid yang ada. Semuanya menyebut, penginapan kamar di sana rata-rata di harga 200 ribu semalam, kecuali rombongan peziarah satu bus, yang di harga 500-600 ribu semalam untuk 50-60an orang.
"Semalam 150 ribu mas di tempat saya. Kalau jenengan menginap mulai Selasa Subuh ini sampai Jumat siang (dihitung 4 hari), saya kasi harga 500 ribu," kata H. Abdul Ghani waktu itu, yang tempat penginapannya ada di sebelah Barat kompleks makam Syaichona Cholil, utaranya terminal bus bagian Barat kompleks.
Karena capai, uang muka 200 ribu saya kasi begitu saja. Saat itu, saya satu-satunya penyewa kamar rumah penginapannya. Biasanya, kata Abdul Ghani, rumahnya disewa menginap oleh rombongan bus, yang semalam ditarif Rp. 600.000,-. Mereka rata-rata adalah peziarah luar Jawa atau dari Jawa Barat.
Bila ada rombongan yang menginap secara massal, kata Abdul Ghani, mereka biasanya mulai check in masuk malam hari (habis Isya' atau tengah malam). Jam tujuh pagi mereka sudah check out untuk ziarah, dan atau langsung pulang. Hanya beberapa jam saja mereka menginap, sekedar melepas lelah, tidur sebentar, mandi, berangkat lagi.
Selama empat hari menginap, kebetulan saya bertemu rombongan dari Lampung dan Jawa Barat yang sempat menginap. Tapi, waktu itu, tidak ada yang menyewa kamar. Dua kali saja pemilik rumah sudah lumayan pendapatannya, Rp. 1,2 juta kan. Hmm.
Ada dua kamar khusus yang disiapkan Abdul Ghani untuk penyewa khusus. Biasanya disewa oleh ketua rombongan atau kiai yang memimpin ziarah. Salah satu kamar di sana itulah yang saya sewa.
Fasilitas penginapan terlalu pengkap buat backpacker (musafir) seperti saya. Ada kasur springbad dengan 4 bantal dan 1 guling. Di dalam kamar juga ada 1 meja, 1 kipas gantung, 1 gantungan baju, 1 cermin (tanpa lemari dan ces cesan).
Fasiltas kamar penginapan H. Abdul Ghani Madura yang saya sewa. Foto: dokumen pribadi. |
Di luar ruangan, tersedia 9 kamar mandi di luar yang bebas saya gunakan mandi jeblang-jeblung berkali-kali tanpa ditarif. Bila tidak ada penyewa, H. Abdul Ghani dan istri biasa menawarkan fasilitas mandi dan ces hape kepada peziarah yang baru datang. Per sekali mandi mereka ditarif Rp. 3.000 untuk tiap orang. Adapaun fasilitas charger, saya tidak tahu tarifnya. Tapi tetap bayar kok.
Karena bukan hotel, listrik tidak terjamin hidup 24 jam. Selama di sana, dua kali mati listrik saya alami. Terjadi gangguan pula saat ada banyak tamu menginap. Saya harus ikut antri mandi bersama rombongan lainnya. Repot. Kebetulan pas cewek semua. Pas habis ziarah, balik ke kamar ada rombongan, juga cukup membuat tidak nyaman. Hampir semua karpet terisi penuh mbak-mbak santri yang menginap, kayak pindang srani. Hahaha.
"Awas..awas...ada mas-mas yang masuk, pakai kerudung kalian," teriak salah satu dari mereka dari luar, saat saya mau masuk ke kamar penginapan yang saya sewa. Mereka menjerit. Hahahah. Sukurin.
Kalau ada rombongan, saya paling tidak nyaman. Dan tidak betah di kamar. Lebih baik topo di makam. Baca Al-Qur'an, wirid, dll.
Meski tidak murah, menginap di penginapan bertarif di sekitar makam Syaichona Cholil memiliki keuntungan sendiri. Saya bisa istirahat seharian tanpa diganggu, agar bisa melekan (tidak tidur) semalaman di makam.
Bila menginap di tempat khusus musafir yang ada di Selatan masjid, tentu memiliki risiko sendiri. Menurut bakul kopi Madura yang sempat saya ajak ngobrol, menginap gratis di komplek mufasir itu harus hati-hati. Ada yang kadang berniat tidak baik. Ia menyarankan, bila menginap di masjid, selain harus wajib tidur sembarangan di masjid (bila ramai), hape dan dompet harus dibawa.
Peringatan si ibu penjual kopi Madura itu ternyata sejalan dengan peringatan pengelola masjid yang memasang spanduk (di depan teras masjid) agar semua peziarah hati-hati terhadap penipuan berkedok dukun atau kiai jadi-jadian. Makanya, ketika menginap di sana, KTP harus diserahkan dulu ke pengurus.
Ibu bakul kpi Madura itu juga menawarkan ke saya tarif penginapan di sebelah rumahnya (Timur Majid Kubah Syaichona Cholil), yang harganya, kata dia, lebih murah, yakni Rp. 300.000,- untuk 4 hari. (Nawani wis lebar, bu..bu! Duh).
Ada kawan di Pakalongan yang menyarankan supaya saya pindah ke penginapan musafir saja daripada di penginapan bertarif. Letaknya ada di Selatan Masjid Syaichona Cholil. Tapi, karena sudah kadung depe Rp. 200.000,- ke H. Abdul Ghani, dan tidak enak harus mendadak pindah, maka, bi-husnin-niyyat, saya teruskan bayar lunas pada malam Kamis-nya (hari ke-3).
Niomor telepon penginapan Syaichona Cholil Bangkalan, H. Abdul Ghani. Foto: dokumen pribadi. |
Bila Anda berniat ziarah beberapa hari di Syaichona Cholil, dan jauh-jauh hari ingin booking penginapan di kompleks makam Syaichona Cholil, bisa kontak H. Abdul Ghani. Nomornya ada. Barangkali perlu. Apalagi untuk istirahat rombongan bus. Sangat diperlukan sepertinya. [badriologi.com]