Patroli Wali Paidi ke-7. Sebelumnya baca PWP-ke-6. |
Oleh M Abdullah Badri
MESKI tidak ada Wali Paidi, tamu Kedai Ghaza Coffe Wali Paidi masih saja terus berdatangan. Kebanyakan adalah kawan-kawan lama yang mendengar kabar peluru nyasar polisi misterius yang menggegerkan itu. Yik Lukman lah yang menemui mereka.
Wanita berjilbab itu datang mencari Wali Paidi. Kepada Yik Lukman, wanita cantik semlohay tersebut mengaku sangat kehilangan. Kata dia, Mas Paidi -panggilan akrabnya ke Wali Paidi, adalah orang yang sangat berjasa dalam hidupnya.
"Mas Paidi pernah kasi penglaris ke saya Pak waktu dia masih kuliah," tutur wanita tersebut.
"Kamu jualan apa kok dikasi penglaris?" Yik Lukman mulai mendengarkan.
"Jualan daging mentah Pak?"
"Hah! PSK maksudnya?"
"Nggih. Terus terang saja Pak Lukman. Saya dulu mau diajak tobat oleh Wali Paidi. Saya bersedia, karena saya ini ya memang orang Islam dan tahu kalau perbuatan saya adalah dosa besar. Tapi kalau saya berhenti, mau kerja apa saya?".
"Kok dikasi penglaris?"
"Betul. Bukan hanya diberi penglaris. Mas Paidi malah minta jatah keuntungan hasil kerja saya tiap malam sebesar 50 persen?"
"Hahahaha. Kamu bercanda yah?"
"Tidak Pak. Ini beneran! Suwer!"
"Hahahahaha". Yik Lukman masih tidak percaya. Jangan-jangan hanya cerita kosong saja wanita itu. Begitu batin Yik Lukman.
"Tiap hari Kamis sore saya ketemu di kosnya, di sebelah kampus itu, untuk bagi hasil atas kerja malam saya, dan malam harinya saya diajak Manaqiban sama Mas Paidi. Teman kosnya masih hidup. Sekarang banyak yang jadi dosen. Mereka bisa ditanya satu-satu kok".
Yik Lukman tambah ruwet memahami jalan cerita perempuan itu.
"Kadang, habis setoran, saya setengah dipaksa Mas Paidi juga, diajak ziarah ke makam Syaikh Najmuddin atau Syaikh Jumadil Kubro. Saya mau saja karena mungkin itu adalah doa agar tambah laris". Hahahaha. Wong gendeng.
"Kok bisa-bisanya dia begitu?" Kata Yik Lukman.
"Mas Paidi juga kadang ngajak ziarah sekalian teman-teman saya yang masih mabuk. Di tengah mabuk, mereka diajak membaca Yasin dan Tahlil di makam waliyullah. Bau ciu nya juga masih tercium dari mulut mereka meski sudah diminta wudlu sebelum masuk makam. Ini beneran Pak. Teman saya ada yang pernah muntah dan jatuh saat perjalanan ziarah, karena masih mabuk berat, tapi ya tetap ambil Yasin dan dibaca," lanjut perempuan tersebut, yang memang tidak mau mengenalkan nama aslinya ke Yik Lukman.
"Kok mereka mau diajak yah?"
"Itulah Pak. Mas Paidi ini sangat dipercaya oleh saya dan teman-teman saya semua. Apalagi yang hobi beli nomor totoan malam, mereka meyakini Mas Paidi sebagai wali keramat".
Perempuan menceritakan kawannya yang suka tombok lotre. Agar menang, dia meminta nomor ke Wali Paidi. Awalnya ditolak. Karena dia berjanji akan membangun masjid di kampung bila tembus puluhan juta, Wali Paidi akhirnya memberi empat nomor.
"Dulu, ketika masih jualan 'daging mentah', saya shalat di "Masjid To9el" itu kalau kebetulan lokasi hotelnya dekat Pak. Tapi sekarang tidak, sudah tobat beneran. Dulu saya diperintah shalat terus meski habis zina".
Diam-diam Yik Lukman mengaku kagum dengan kawan ngopinya itu, Paidi. Masa lalunya menyimpan hikmah dan laku aneh. Cerita wanita yang kenal Paidi itu hampir semuanya bertentangan dengan syariat fiqih. Duh.
"Orang-orang yang kamu ceritakan tadi sekarang bagaimana?"
"Banyak yang tobat Pak, termasuk saya. Dulu, setelah setahun bagi hasil kerja malam saya dengan Mas Paidi lancar, ia mengundang saya ke kosnya. Dia minta saya berhenti. Terang saja saya menolak. Lha wong baru laris-larisnya "jualan" kok disuruh berhenti. Dia kan harusnya mendukung, karena bagi hasilnya semakin banyak," jawabnya.
Hahahahahahaha. Yik Lukman ikut tertawa ternyata. Bukan karena ceritanya, tapi logika perempuan ini ruwet. Dia mengandalkan keramat makam dan wali untuk menumbuhsuburkan maksiat-nya. Kan gemblung cara berpikir begini.
"Saya diajak ke sebuah toko besar. Mas Paidi berkata, kamu mulai besok kerja di toko ini," lanjutnya, "saya terus terang bingung Pak. Kalau misal milih jadi karyawan toko itu, saya ya milih jualan 'daging' sendiri, lebih cepat dan enak serta nikmat".
"Bukan, kamu bukan karyawan. Bangunan dan seluruh isi toko itu kamu harus beli. Kamu jadi bos di tuku itu," kata Wali Paidi ke perempuan PSK ketika itu, seperti ditirukan dan diturukan ke Yik Lukman.
"Uang dari mana, Mas?"
"Tabungan".
"Saya tidak menabung, kan hasil kerja malam ku selalu kubagi denganmu, Mas".
"Lha emangnya aku mau makan uang bagi hasilmu tiap malam? Tiap Jumat, duit yang kau setorkan itu kutabung untukmu, dan ini hasilnya. Ini tokomu. Kamu tidak bisa lagi punya alasan meneruskan kerja malammu. Mulai besok pagi, kamu jualan di toko ini. Tanah, bangunan dan seluruh isi toko sekarang sudah atas namamu. Ini kunci toko dan sertifikatnya," kata Wali Paidi, si perempuan itu kaget dan pingsan mendadak.
***
"Pak...Pak...!"
"Tolooong...tolonggg!"
Yik Lukman mendadak ikut pingsan mendengar cerita perempuan itu. Karyawan Kafe Paidi berhamburan datang memberikan pertolongan.
"Kamu Paidi, mengapa kau abaikan syariat untuk menegakkan syariat? Awas! Tak tiru caramu," celoteh Yik Lukman saat siuman, sambil tersenyum. [badriologi.com]
Bersambung...
Keterangan:
Ini adalah serial Patroli Wali Paidi (edisi 7). Rampung ditulis Sabtu dini hari, 30 November 2019 - 04.48 WIB.