Suasana kurban di Mushalla Al-Firdaus Ngabul, Tahunan, Jepara, Jumat (31/07/2020) pagi. Foto: badriologi.com. |
Oleh M Abdullah Badri
BEGITU hewan disembelih sebagai udlhiyah (kurban), seketika kepemilikan orang yang berkurban atas hewan itu sudah hilang. Maka, semua daging hewan kurban tidak boleh dijual oleh mereka yang berkurban atau keluarganya (ahli warisnya). Hukumnya haram.
Keputusan hukum haram di atas didasarkan kepada hadits Rasulullah Saw. di bawah ini:
من باع جلد أضحيته فلا أضحية له
Artinya:
"Siapa saja yang menjual kulit hewan kurbannya, maka tiada kurban baginya". (HR. Hakim dan Baihaqi).
Dalam kitab I'anatuth Thalibin karya Syaikh Abu Bakar Syatho disebutkan, tanduk juga memiliki hukum yang sama dengan kulit hewan kurban. Artinya, sama-sama haram dijual oleh yang berkurban dan keluarganya.
Yang lebih utama bagi pengurban adalah menyedekahkan kulit hewan kurban tersebut kepada mereka yang berhak. Meskipun begitu, bila ia memutuskan untuk mengambil kulit hewan kurban tersebut untuk dimanfaatkan sebagai ember, sandal, khuff, atau lainnya, maka hukumnya boleh.
Syaikh Abu Bakar Syatho menyatakan:
والأفضل التصدق بجلدها وله أن ينتفع به بنفسه كأن يجعله دلوا أو نعلا وله أن يعيره لغيره ويحرم عليه وعلى وارثه بيعه كسائر أجزائها وإجارته وإعطاءه أجرة جزار في مقابلة الذبح
Artinya:
"Yang paling utama adalah menyedekahkan kulitnya (hewan kurban). Ia (pengurban) boleh mengambil manfaat kulit kurban untuk dirinya sendiri misalnya untuk dibuat sebagai ember dan sandal. Ia juga boleh meminjamkan kulit hewan kurban kepada orang lain. Ia haram menjual kulit daging kurban, begitu juga ahli warisnya (keluarga), seperti haramnya menjual bagian hewan kurban lainnya. Haram pula menyewakan kulit daging kurban dan memberikannya kepada mereka yang mengurusi daging kurban (saat disembelih), sebagai upah". (Baca: I'anatuth Thalibin Jilid 2, Syaikh Abu Bakar Syatho, Dar Ihya Al-Halabiy, hlm: 333).
Alasan tidak diperbolehkannya menyewakan kulit hewan kurban tiada lain karena akad sewa termasuk bagian dari menjual manfaat suatu barang (bai'ul manafi'). Demikian keterangan tambahan dari Kitab Al-Iqna' fi Halli Alfadzi Abi Syuja' karya Syaikh Syamsuddin Muhammad bin Muhammad Al-Khathib As-Syarbini, Juz 2 (Cetakan Dar Kutub Al-Ilmiyyah, Libanon, 2004, hlm: 573).
Imam Ibnu Hajar Al-Haitami menyatakan, tanggungan ujrah (upah) penyembelih dan panitia pembagi kurban ada di tangan malik (yang awalnya sebagai pemilik hewan kurban). Tidak bisa diambil dari bagian daging hewan yang telah disembelihnya.
ويحرم أيضا إعطاء الجزار أجرته من نحو الجلد بل مؤنته على المالك
Artinya:
"Dan haram juga memberi tukang daging semacam kulit hewan kurban sebagai upah. Harusnya, upah dibebankan kepada pemilik hewan yang berkurban". (Baca: Fathul Jawad, Imam Ibnu Hajar Al-Haitami, Dar Kutub Al-Ilmiyyah Libanon, Cet I, 2005, hlm: 449).
Boleh memberikan salah satu bagian dari kurban sebagai upah tapi dengan syarat dia fakir, dan tidak boleh menjualnya. Ta'birnya ada di Maushu'ah Kuwaitiyah Jilid 5 juga (hlm: 105).
فإن دفع إليه لفقره أو على سبيل الهدية فلا بأس وله أن ينتفع بجلدها ولا يجوز أن يبيعه ولا شيئا منها
Artinya:
"Bila kulit itu diberikan (kepada jazir - tukang daging/penyembelih) karena kefakiran dia atau atas nama hadiah, maka boleh. Ia pun boleh mengambil manfaat kulitnya (hewan kurban) dan tidak boleh menjualnya, baik seluruhnya atau sebagiannya saja". (Baca: Syarah Minhaj Ma'a Hasyiyah Bujairami, Jilid 4, hlm: 199).
Perbedaan Pendapat Menjual Daging Hewan Kurban
Haramnya menjual kulit kurban ini adalah pendapat Imam Syafi'i dan mayoritas ulama' madzhab sejak dulu (termasuk Abu Hurairah). Alasannya, pengurban tidak lagi menjadi pemilik hewan kurban yang disembelih. Baik dalam kurban sunnah atau kurban wajib (karena nadzar). Dengan demikian, menjual atau barter (ibdal) dengan barang lainnya, tidak diperbolehkan.
Yang membolehkan menjual daging kurban antara lain adalah Imam Abu Hanifah, Imam Al-Auza'i, Imam Atha' dan An-Nakha'i. Hanya saja, Imam Abu Hanifah memberikan catatan, bila kulit hewan itu dijual, maka, si pengurban hanya boleh menggunakan hasil penjualannya untuk dibelikan pisau atau alat rumah tangga di rumah, misalnya panci, kendil dan lainnya.
فإن باعه بألة البيت جاز له الإنتفاع بذلك
Artinya:
"Jika dia (pengurban) menjual kulit hewan kurban untuk dibelikan alat dapur, maka, ia boleh memanfaatkannya". (Baca: Al-Ma'anil Badi'ah fi Ikhtilafi Ahlis Syari'ah Jilid 1, Imam Muhammad bin Abdullah bin Abi Bakar As-Shardafi Ar-Raimi, Dar Kutub Ilmiyah Libanon, hlm: 410).
Alasan para ulama madzhab yang membolehkan menjual kulit hewan kurban adalah karena status kepemilikan atas hewan kurban belumlah hilang. Maka, boleh menjual kulitnya atau barter dengan jenis barang lain. Ini adalah pendapat Imam Abu Hanifah, Imam Muhammad, Imam Atho', Imam Ikrimah, Imam Mujahid dan juga Imam Ahmad.
Imam Malik memberi catatan; dalam udlhiyah (kurban), pemilik boleh barter dengan barang lain. Tapi dalam hadyu (hadiah - haji), tidak boleh.
مسألة: عند الشافعي وعلي وأكثر العلماء إذا أوجب أضحية زال ملكه عنها ولم يجز بيعها ولا إبدالها بغيرها. وعند أبي حنيفة ومحمد وعطاء وعكرمة ومجاهد وأحمد لا يزول ملكه عنها ويجوز بيعها وإبدالها. وعند مالك فى الأضحية يجوز إبدالها وفى الهدي لا يجوز
Artinya:
"Menurut Imam Syafi'i, Ali dan mayoritas ulama', bila kurban wajib dilakukan, maka, status kepemilikan yang berkurban hilang. Ia tidak boleh menjualnya dan barter (ibdal) dengan barang lain. Menurut Abu Hanifah, Muhammad, Atho', Ikrimah, Mujahid dan Ahmad, status kepemilikannya belum hilang. Ia boleh menjualnya dan menggantinya dengan jenis barang lain. Dan menurut Malik, dalam urusan udlhiyah, pemilik boleh ibdal. Adapun dalam al-hadyu, tidak boleh". (Baca: Al-Ma'anil Badi'ah, hlm: 409).
Pendapat ulama' yang membolehkan menjual kulit hewan kurban itu dianggap oleh Sulthanul Ulama' Syaikh Izzuddin Abdis Salam sebagai pendapat yang terlalu jauh (قول بعيد). Apalagi ada syarat harus ditasharrufkan laiknya daging biasa digunakan.
فإذا أوجبنا التصدق فتصدق بالجلد لم يجزئه على الظاهر
Artinya:
"Ketika kita (madzhab Syafi'i) mewajibkan sedekah, ya sedekahlah dengan kulitnya (juga). Tidak sah (menjual) kulit hewan kurban menurut qaul dhahir". (Baca: Al-Ghayah fi Ikhtisharin Nihayah, Sulthanul Ulama Izzidin bin Abdil Aziz bin Abdis Salam As-Sulami, Jilid 7, Cetakan Wuzar Wakaf Daulah Qatar, hlm: 295).
Demikian penjelasan tentang hukum menjual kulit hewan kurban menurut pendapat banyak ulama' lintas madzhab. InsyaAllah berlanjut ke artikel berjudul: Lebih Utama Mana, Menyembelih Kurban di Rumah Atau di Masjid? [badriologi.com]