KH. Abdullah Saad Solo (alm). |
Oleh M. Abdullah Badri
BANYAK yang merasakan kehilangan atas wafatnya KH. Abdullah Saad pada Selasa, 17 November 2020 lalu, di usia 40 tahun. Termasuk saya, yang memang satu almamater di Madrasah TBS dan Ponpes Tasywiquth Thullab Baletengahan, Kudus, asuhan Syaikh Makmun Ahmad. Kabar wafatnya Kiai Dullah -sebutan Abah Luthfi bin Yahya ke beliau-, sungguh mengagetkan.
Orang-orang yang tidak begitu mengenal Kiai Dullah pun dikabarkan merasakan nafas kehilangan mendalam, yang hampir mirip atas kesedihan terdalam yang dirasakan umat Islam Nusantara saat Syaikh Maimoen Zubair, Sarang, Rembang, berpulang ila rahmatillah.
Kepada pengurus Pondok Pesantren Al-Inshof Solo, Abah Luthfi menyebut Kang Sa'ad, -panggilan saya ke KH. Abdullah Sa'ad,- adalah walinya Allah. Hal itu dinyatakan sendiri oleh Abah saat pengurus pondok sowan ke Pekalongan pada 27 November 2020.
Abah menyebut Kiai Abdullah Sa'ad sebagai anak ruhaninya. Abah tidak kuat melihat langsung pemakaman Kiai Sa'ad dan beliau hanya meminta foto sebelum Kiai Sa'ad dimandikan. Di hari wafatnya Kiai Sa'ad, Abah Luthfi seharian ada di kamar, menemani Kiai Sa'ad menghadapi beratnya pertanyaan barzah.
Alhamdulillah, sebagaimana kata Abah sendiri, Kiai Sa'ad lulus tanpa sedikitpun masalah dari ujian alam barzah yang akan dialami oleh setiap manusia itu.
Separo Umurnya
Suatu kali, saat pulang dari pengajian, Kiai Sa'ad tertidur di mobil karena kecapekan hingga mendengkur. Agar tidak mengganggu, sopir menyetir dengan hati-hati dan pelan. Tiba-tiba, Kiai Sa'ad terbangun.
"Amini dongaku yah! Mugo-mugo Gusti Allah maringke (memberikan) separo jatah umurku gawe (buat) Maulana (Habib Luthfhi) mergo beliau itu piyantun sing manfaat (tokoh yang bermanfaat)," katanya saat terbangun mendadak.
"Kok ada doa seperti itu yah?" Gumam sang sopir yang hanya bisa mendengarkan dawuh sambil nyesek di dada.
Kecintaan Kiai Sa'ad kepada guru tidak bisa ditakar dengan akal dan harta. Berkali-kali beliau selalu mengingatkan saya agar terus menempa mahabbah. Buku-buku yang ditulis oleh Kiai Saad, misalnya Kang Bejo dan Tahu Menceng (Download PDF), bicaranya tentang mahabbah (cinta).
Saat menemani Kiai Sa'ad ngaji, pesan kepada jama'ahnya hanya dua: hubbul wathon minal iman dan mahabbah kepada Kanjeng Nabi Muhammad Saw. Memng itulah pesan Abah ke beliau saat menjalankan tugas sebagai penceramah.
المحبة لاتعرف حقيقتها الا بالمعاناة ولا يصفها الواصف الا بالمناجاة
Artinya:
"Hakikat cinta tidak akan bisa dimengerti kecuali dengan penderitaan, dan tidak ada yang bisa menggambarkannya kecuali dengan munajat".
Kalimat hikmah di atas dikirim ke saya oleh doktor UIN Walisongo alumni TBS yang juga sangat memahami bentuk pengorbanan Kiai Sa'ad. Dan itu adalah hakikat cinta. [badriologi.com]
Keterangan:
Cerita soal sopir dan barzah bersumber dari keterangan tertulis chat WhatsApp yang saya dapatkan di grup WA Mutakhorijin PP TBS Kudus dan dari Kanzus Sholawat, Pekalongan, Senin, 30 November 2020.