Kilatan Kitab Kawakibul Lama'ah, 16-23 April 2021. Foto: badriologi.com. |
Oleh M. Abdullah Badri
SEJAK malam Sabtu, 16 April 2021, wajah-wajah yang ada di foto di atas serius mengikuti ngaji kilatan sepekan atas Kitab Kawakibul Lama'ah fi Tahqiqil Musamma Biahlissunnah wal Jama'ah, karya Syaikh Abu Fadhol Senori, Tuban, yang detail sekali dzauq Bahasa Arab nya itu.
Atas kemauan mereka sendiri, sekitar 20an orang datang ke rumah tiap pukul 21:15 WIB. Dan rampung sekitar pukul 01:00-01.45 WIB. Pulang biasanya di atas jam 02:00 WIB dini hari jelang sahur.
Baca: Download Kawakibul Lama'ah PDF Makna Pesantren
Untuk meluangkan waktu, peserta ngaji yang rata-rata sudah berkeluarga dan bekerja tersebut datang dengan membawa bolpoin dan kitab. Ada yang absen 1 atau 2 kali dan bahkan, tadi malam (Kamis, 22 April 2021), ada yang hanya sempat mengikuti satu kali ngaji saja, di Bab Akhir.
Meskipun begitu, mayoritas istiqamah dari awal hingga akhir. Tak ada paksaan ikut ngaji. Tak ada pendaftaran maupun syarat mengikuti ngaji dan membeli kitab. Kitab disediakan oleh mereka sendiri, kepala sukunya. Saya hanya membaca kitab, menjelaskan tambahan keterangan dan sesekali disela guyon-guyon ngelmu lainnya.
Karena tidak ada tempat pesantren atau aula, tempat ngajinya ya seadanya, di teras rumah. Tiga jama maraton tak bersandar tanpa meja, ada yang saya biarkan memaknai kitab sambil tiduran, lesehan, jongkok, ngantuk, ngolat-ngolet pegel punggung, muntah-muntah, bahkan kepoyoh-poyoh harus ke toilet berkali-kali karena dingin malam.
Saya yakin, masing-masing punya doa "allahumma dipekso" tersendiri untuk hadir ngaji. Hanya untuk mendapatkan tempat memaknai selain di dengkul mereka sendiri, ada diantaranya yang memaknai kitab dengan cara menempelkan kitabnya ke dinding teras rumah yang bisa dibuat dia bersandar.
Baca: Flashdisk Kitab Kuning PDF Makna Pesantren
Mereka betah karena tersedia kopi, teh, rokok, jajanan ringan, roti bakar, dan gorengan. Semua itu mereka bawa dari rumah masing-masing, antara lain dari: Ngabul, Pekalongan, Mantingan, Krapyak, Langon, Bantrung, Tahunan, Bawu, Sukodono, Kalipucang, dll.
Setelah khatam, nama grup ngaji di WhatsApps yang beranggotakan 25 orang diberi nama Kawakibul Lama'ah, tabarrukan dengan kitab pertama yang dibuat ngaji kilatan di Ramadhan 1442 H. Saya sendiri akhirnya khatam kembali membaca kitab tersebut. Sebelumnya, saya ngaji Kawakibul Lama'ah di Kudus.
Terimakasih. Kalian menjaga saya tetap muthala'ah untuk diri sendiri. Berkat kalian, kitab Kawakibul Lama'ah berhasil saya dokumenkan dalam bentuk PDF makna pesantren. [badriologi.com]