Arti nadham ke-57 Kitab Bad'ul Amali dan penjelasannya. Foto: badriologi.com. |
Oleh M. Abdullah Badri
NADHAM Bad'ul Amali ke-57 menjelaskan kemanfaatan doa, baik untuk pribadi yang berdoa maupun orang lain. Berikut teks syiir beserta terjemahan penulis.
وَللِدَّعَوَاتِ تَأْثِيْرٌ بَليغٌ ۞ وَقَد يَنْفِيْهِ أَصْحَابُ الضَّلاَلِ
Artinya:
"Doa-doa memiliki pengaruh besar, tapi kelompok sesat ada yang menafikannya".
Secara bahasa, doa adalah meminta (الطلب). Ketika kita berdoa kepada Allah Swt. berarti kita sedang meminta kepada-Nya. Secara istilah, definisi doa adalah: رفع الحاجات إلى رافع الدرجات (melaporkan kebutuhan kepada Yang Maha Mengatasi).
Definisi ini diambil dari Sahabat Abdullah bin Abbas ketika beliau menafsirkan "Allahus Shamad" dalam Surat Al-Ikhlash ayat ke-2. Beliau menafsirkan, "As-Shamad" artinya adalah "Dzat yang dituju segala makhluk atas semua kebutuhan dan pertanyaan". (Jami'ul La'ali, hlm: 208).
Nadham di atas sengaja disusun muallif Bad'ul Amali sebagai peringatan bahwa ada sebagian golongan umat Islam yang menolak akan manfaat doa, baik untuk yang masih hidup maupun bagi yang sudah mati, dengan alasan:
- Qadla' (ketentuan Allah) tidak bisa diubah,
- Manusia akan dibalas sesuai perbuatannya, bukan atas perbuatan orang lain (pendo'a), dan
- Tidak ada amal manusia yang bisa ditanggung oleh sesamanya di hadapan Allah.
Mereka yang berkilah dengan tiga alasan di atas dan tidak mengimani manfaat doa adalah golongan Mu'tazilah (kini diikuti pula oleh mayoritas kelompok Wahabi). Ahlussunnah wal Jama'ah meyakini, Allah Swt. adalah Dzat Maha Pengabul Hajat dan Maha Penolak Bala'.
Menurut i'tiqad Ahlussunnah wal Jama'ah, doa seorang mukmin sangat berguna (berfaedah), baik untuk pribadi yang berdoa, untuk yang masih hidup maupun mereka yang sudah meninggal. Begitu pula sedekah dan amal baik, semuanya memiliki manfaat.
Kemanfaatan doa di sini berlaku umum. Termasuk doa orang yang masih hidup untuk mereka yang sudah meninggal, yang sangat bermanfaat untuk meringankan efek dosa, menolak siksa serta meninggikan derajat si mati di sisi Allah Swt. Andai doa tidak bermanfaat untuk mayit, maka, untuk apa ada shalat jenazah? Ini perlu Anda jadikan catatan.
Allah Swt. berfirman,
وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ
Artinya:
"...dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan". (QS. Muhammad: 19)
Simak firman Allah Swt.:
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ
Artinya:
"Dan Tuhanmu berfirman: 'Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu'". (QS. Al-Mu'min: 60).
Dalam ayat di atas, Al-Qur'an menggunakan kata أَسْتَجِبْ, bukan أَجِبْ, yang menurut para ulama' Ahli Ilmu Ma'ani (makna) memiliki arti: tidak ada yang tidak diterima (لا تكون إلا بالمراد) Allah dari doa seorang mukmin. Alasannya, huruf "Sin" dalam kata "أَسْتَجِبْ" pada ayat itu memiliki fungsi qosam (sumpah). Karenanya, semua hajat dalam doa pasti diterima sesuai keinginan yang berdoa. Sementara, kita tahu bahwa Allah tidak mengingkari janji. Begitu keterangan yang ada dalam Kitab Tuhfatul A'ali (hlm: 95).
Dalam ayat lain, Allah Swt. juga berfirman,
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ ۖ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ
Artinya:
"Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku". (QS. Al-Baqarah: 186).
Karena Al-Qur'an memerintahkan kita berdoa, maka doa adalah bagian dari aktivitas yang sangat dianjurkan oleh syariat (masyru'). Kita tidak tahu apa ketentuan Allah atas semua yang akan kita alami, karena itulah, doa menjadi bagian taklif (keharusan) bagi kita.
Soal dikabulkan langsung atau disimpan untuk waktu lain (bukan langsung sekarang), itu hak Allah Swt. semata. Inilah pentingnya doa. Bila semua manusia mengetahui ketentuan Allah Swt., tentu saja mereka tidak butuh berdoa.
Allah Swt. berfirman:
وَلَوْ كُنْتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لَاسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَمَا مَسَّنِيَ السُّوءُ
Artinya:
"Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan". (QS. Al-A'raf: 188)
Atas dasar ini, secara syariat, melakukan aktivitas doa adalah bagian dari ibadah, walau dengannya, hajat belum kunjung dikabulkan atau bahkan belum turun nikmat Allah Swt. Dan ingat, meninggalkan berdoa sama saja bersikap takabbur kepada Allah. Rasulullah Saw. bersabda: الدعاء هو العبادة/doa ialah ibadah.
Lihatlah, andai doa tidak berguna, pastinya syariat tidak akan memeritahkannya. Disinilah, peringatan muallif Bad'ul Amali menemukan urgensinya.
Muallaq dan Mubrom
Doa-doa yang memiliki faedah, sebagaimana ditulis dalam nadham Bad'ul Amali di atas adalah doa terkait dengan qadla' muallaq (yang bisa diubah dengan doa), bukan qadla' mubram. Apa itu Mubrom? Ini definisinya:
المحكم الذي علم الله أنه لا بد من وقوعه إذ علمه لا يتغير
Artinya:
"(Mubrom) adalah ketentuan yang dalam Ilmu Allah pasti terjadi, tidak bisa tidak. Sebab, Ilmu Allah tidak berubah".
Keputusan mubrom Allah Swwt. inilah yang dalam Azali, tidak ada catatan ta'liqnya, tidak akan bisa diubah dan juga tidak bisa diganti dengan apapun.
Rasulullah Saw. bersabda (haditsnya berstatus gharib hasan),
لا يرد القضاء إلا الدعاء
Artinya:
"Tidak ada yang bisa menangkal ketentuan, kecuali doa". (HR. Tirmidzi)
Dalam hadits shahih lain, Rasulullah Saw. juga bersabda,
الدعاء ينفع مما نَزَل وممّا لم يَنْزِل
Artinya:
"Doa berguna untuk sesuatu yang telah turun dan yang belum turun". (HR. Ibnu Hibban, Al-Bazzar, Thabrani dan Al-Hakim).
Tentang hadits di atas, ada sebagian ulama' yang memberikan penjelasan bahwa maksud dari redaksi "berguna untuk sesuatu yang telah turun" artinya adalah kemudahan menghadapi bala' dan musibah yang diiringi pahala atas ketabahannya menerima musibah, sebab dia mau berdoa.
Sedangkan maksud dari redaksi "(berguna untuk) yang belum turun" dalam hadits di atas adalah: Allah Swt. akan menjauhkan bala' yang kelak menimpanya, atau meringankan beban beratnya, atau bahkan memberinya anugerah taufiq (pertolongan) berupa bekal sikap sabar, rela dan syukur, berkah dia mau berdoa kepada Allah. Menghadapi masalah justru jadi berkah.
Doa Orang Kafir
Mustajab atau tidak doa orang kafir? Menjawab pertanyaan ini, para ulama madzhab Hanafiyah berbeda pendapat. Ada yang menyebut doanya akan maqbul (diterima Allah), adapula yang tidak.
Imam Ar-Rauyani, seorang ulama' madzhab Syafiiyah menyatakan dalam Kitab Bahrul Madzhab tentang tidak akan dikabulkannya doa orang kafir. Ia mengutip pendapat jumhur ulama dalam Syarhul Aqa'id, yang juga mengutip dari Al-Baghawi saat beliau menafsirkan Surat Ar-Ra'd ayat 14, yang berbunyi: وَمَا دُعَاءُ الْكَافِرِينَ إِلَّا فِي ضَلَالٍ (Dan doa orang-orang kafir itu, hanyalah sia-sia belaka). Kesia-siaan mereka tiada lain karena mereka tidak mengenal siapa Allah Swt.
Tapi, menurut banyak ulama' peneliti (seperti Abul Qasim Al-Hakim, Abu Manshur Ad-Dabusi, dll), ayat yang menyatakan kesia-siaan doa orang kafir tersebut hanya berlaku di akhirat. Di dunia, doa mereka kadang dikabulkan oleh Allah Swt. Buktinya, saat Iblis meminta supaya umurnya ditangguhkan oleh Allah Swt. di dunia, diterima. Simak ayat di bawah ini:
قَالَ رَبِّ فَأَنظِرْنِي إِلَىٰ يَوْمِ يُبْعَثُونَ | قَالَ فَإِنَّكَ مِنَ الْمُنظَرِينَ | إِلَىٰ يَوْمِ الْوَقْتِ الْمَعْلُومِ
Artinya:
"Berkata iblis: "Ya Tuhanku, (kalau begitu) maka beri tangguhlah kepadaku sampai hari (manusia) dibangkitkan". Allah berfirman: "(Kalau begitu) maka sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang diberi tangguh, sampai hari (suatu) waktu yang telah ditentukan"". (QS. Al-Hijr: 36-38)
Selain dalil ayat di atas, tentang dikabulkannya doa orang kafir, Rasulullah Saw. juga bersabda,
إتقوا دعوة المظلوم ولو كان كافرا ليس دونها حجاب
Artinya:
"Waspadalah atas doa orang terdhalimi, walau dia kafir (kafir hakiki maupun kafir nikmat), tidak ada penghalang atas doanya". (HR. Ahmad). Hadits ini tergolong marfu'.
Adab-Adab Berdoa
Meski Allah menjanjikan ijabahnya doa, namun, ada adab yang harus dipenuhi oleh kita yang berdoa. Dalam Kitab Tuhfatul A'ali, catatan pinggir Dhau'ul Ma'ali disebut adab-adab berdoa, antara lain:
- Niat yang benar,
- Ikhlash dalam hati,
- Tidak grusa-grusu (cepetan) dalam membaca doa,
- Tidak meminta hal yang mustahil,
- Tidak menggantung niat, misalnya, "Ya Allah, kabulkan bila engkau mau...", dan
- Khusyu' sejak dari hati.
Sementara itu, syarat-syarat berdoa disebutkan dalam Nukhbatul La'ali, yang antara lain:
- Perutnya tidak terisi makanan haram,
- Tidak meminta sesuatu yang haram,
- Tidak mendoakan buruk kepada orang lain yang tidak berhak, '
- Tidak berdoa untuk keperluan yang tidak dibenarkan, misalnya berdoa agar kaya tapi agar bisa dibanggakan kepada orang lain, atau meminta panjang umur selain untuk taat kepada Allah Swt.,
- Tidak menumpuk permintaan dalam doa,
- Tidak bosan untuk terus berdoa hanya karena tak kunjung di-ijabah. Ini termasuk suul adab kepada Allah Swt. Padahal, kebaikan acap dimunculkan Allah Swt. justru ketika sampai di akhir,
- Tidak meminta sesuatu yang tidak diketahui bahkan oleh para ulama' sekalipun,
- Tidak berdoa saat waktu tidak layak berdoa, misalnya: berdoa di tengah menjima istri,
- Berdoa lah dengan asma'ul husna.
Rasulullah Saw. bersabda,
أدعو الله وأنتم موقنون بالإجابة
Artinya:
"Berdoalah kepada Allah dan kalian yakin mendapatkan ijabah".
ان الله لا يستجيب دعاءً من قلب غافل لاهٍ
Artinya:
"Sesungguhnya Allah tidak mengabulkan doa dari hati yang lupa, kosong".
Demikian terjemahan penulis tentang syiir Bad'ul Amali ke-57, yang disarikan dari syarah-syarahnya. Disampaikan saat ngaji di Mushalla Al-Firdaus, Malam Kamis, 28 Juli 2021. [badriologi.com]
Sumber Kitab PDF:
- Dha'ul Ma'ali PDF (hlm: 42-43)
- Tuhfatul A'ali PDF (hlm: 95-96)
- Nukhbatul La'ali PDF (hlm: 148-151)
- Jamiul La'ali PDF (hlm: 207-209)
- Darojul Ma'ali PDF (hlm: 172-173)