Perbandingan isi Surat dengan Ttd penamaan Yayasan Anugerah Sehat Jepara. Foto: dokumen yang beredar di WhatsApp. |
Oleh M. Abdullah Badri
ADA yang tidak percaya kalau munculnya akronim RSU --dalam kasus RSNU Jepara-- berasal dari Pekalongan. Kalau nama Yayasan Anugerah Sehat Jepara, iya betul, dari sana. Namun, untuk mengurai problemnya, istilah "somadaniyatul uqul" saja belumlah cukup. Apalagi narasinya bernada apologis, meloncat-loncat, dan terkesan dipaksakan. Saya akan menanggapi tulisan Kang Murtadho Hadi dengan bahasa yang ndakik-ndakik pula.
Kata "shomadaniyatul uqul" yang dikutip Kang Murtadho Hadi memang tertulis di Kitab Sirrul Jalil (Bab Keempat). Kitab cetakan saya ada di halaman 23. Sayangnya, keterangan kata itu hanya untuk mendorong thalib (santri tirakat) agar mau memilih jenis tirakat berat. "Bila kamu ingin tirakat, puasalah 70 hari untuk mendapatkan intiha' murtadlin (ujung riyadhoh) atas amalan ini", demikian kutipan Sirrul Jalil.
Dengan 70 hari puasa, kata penulisnya, Syaikh Syadzili, kamu (si thalib) akan mati dalam fana' dan hidup dalam baqa'. Jadi, "somadaniyatul uqul" urusannya dengan tirakat, bukan dengan logika sufi. Kang Murtadho (مرتضى) harus menjadi المرتاضين (ahli riyadhoh) dengan berpuasa 70 hari agar intuisinya makin kuat (Baca: Hadi) menangkap yang belum tersingkap seperti fenomena RSNU menjadi RSI, di Jepara ini.
Untuk mengungkapnya, ada mujahadah (kritik) yang dilakukan supaya hati makin terbuka (فَكَشَفْنَا عَنْكَ غِطَاۤءَكَ) kala diselimuti kabut keraguan. Cara terbaik untuk inkisyaf ghitho' (terbukanya tabir) adalah dengan tafakkur uqul (menggunakan akal-akal untuk berpikir) agar tajam (فَبَصَرُكَ الْيَوْمَ حَدِيْدٌ) dalam mengungkap yang disembunyikan dan tidak mampu diungkap pandangan mata orang awam.
Makrifat tentang apapun tidak akan sempurna tanpa tafakur. Tafakur adalah ritual ibadah yang terorganisir, melibatkan realitas partikular akal dengan dimensi dzauq (intuisi). Inilah logika sufi yang saya pahami. Bila suatu realitas ada kontradiksi yang mudah ditemui celahnya di sana sini, hukum tafakur justru menjadi wajib ain.
Analisa Tafakkur
Cara berpikir dalam bertafakur itu ada dua: deduktif dan induktif. Tafakur deduktif ialah tafakur yang digunakan untuk pengamalan apapun yang datang dari Allah Swt. dan Rasul-Nya. Tafakur induktif dimulai dari keyakinan, bukan dari keraguan, tak perlu ditanyakan kebenarannya, tapi layak diijtihadkan (dengan asas mutlaknya kebenaran). Dalilnya ini:
وَلَوْ كَانَ مِنْ عِندِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلَافًا كَثِيرًا
Artinya:
"Dan sekiranya (Al-Qur'an) itu bukan dari Allah, pastilah mereka menemukan banyak hal yang bertentangan (kontradiktif) di dalamnya". (QS. An-Nisa': 82).
Al-Qur'an mutlak benar. Bila tidak demikian, bakal terjadi banyak ketidaksesuaian. Maka cara tafakkur dan tadabburnya haruslah deduktif. Namun, bila menemukan kontradiksi pada realitas historis, sosiologis, politis, konsepnya bukan tafakur deduktif, melainkan tafakur induktif. Apa itu?
Yakni tafakur yang titik pijaknya dimulai dari dan berakhir pada ruang: 1). antropologis, 2). sosiologis, 3). filosofis, 4). historis, dan 5). psikologis. Tafakur induktif ini wajib dilakukan manakala terjadi kontrakdiksi, syubhat atau narasi tidak lazim dalam fenomena yang terjadi di depan mata. Yuk kita urai!
Pertama, pendirian RSNU Jepara sifatnya tentu sangat antropologis (tidak transenden). Sebab, partisipasi masyarakat sangat kuat di sana. Apalagi ada tafsir agama dalam pelibatan masyarakat dalam RSNU: wakaf. Kang Hadi belepotan mengungkap "shomadaniyatul uqul" dalam logic-apologic atas tafsir benarnya "Penamaan RSU Anugerah Sehat". Belum lunas menjelaskan apa itu "shomadaniyatul uqul", ia keburu berapologi: mereka yang "pembawur" harus "dipahamkan" dan "diajak ngopi". Mbingungi.
Kedua, secara sosiologis, berubahnya RSNU menjadi RSU perlu ditafakkuri bersama karena kejadian tersebut, diakui atau tidak, mengundang syubhat terkait tujuan hidup bersama (maslahat dan bahagia bersama). Tujuan mengurai sosiologisnya adalah agar sesuatu yang sebelumnya tidak diketahui, menjadi diketahui, atau, pengetahuan yang ada, mulai muncul diketahui sebagai pengetahuan bersama. Inilah fungsi tafakur secara sosiologis. Bila hal ini dilanggar, ada "dam" atau kafarat sosial yang ditebus, laiknya puasa dan jenis ibadah ghoiru mahdhoh lainnya (dalam syariat fiqih).
Ketiga, secara filosofis, surat dari PCNU Jepara menulis kalau RSU adalah pilihan nama agar dinilai tidak esklusif (dan bisa merangkul semua pihak). Ini bisa menyisakan problem bila sudut pandang induktif dan historisnya diungkap. Misalnya, selain dia (?), mengapa personil yang sowan tidak ditulis lengkap? Transkipnya seperti apa, juga tidak ada.
Keempat, secara historis, fenomena penamaan RSU Anugerah Sehat sangat perlu ditafakkuri mengingat kontradiksi faktual yang ada. Pasalnya, di surat pemberitahuan PCNU Jepara nomor 0341/PC/A.I.a/H-08/VI/2023, nama yang ditafakkuri dibuat ganda. Ada ziyadah kata "dan" untuk pilihan nama, di surat tersebut. Sementara itu, dari Pekalongan hanya muncul satu usulan nama saja, yakni: Yayasan Anugerah Sehat Jepara. Usulan mengganti nama RSNU menjadi RSU tidak tertulis. Apakah hal itu masuk bab tahrif khobar hadits?
Mana yang benar? Bila saya ditanya demikian, jawabannya: pikiren dewe! Kalaupun boleh berimajinasi seperti Kang Murtadho Hadi terkait "shomadaniyyatul uqul", yang pas barangkali haruslah mengikuti teks tertulis tangan. Ora perlu tambahan maning. Bukan mengikuti teks tertulis komputer. Syubhat penamaan RSU (bukan Anugerah Sehat -sebagaimana tertulis tangan) makin perlu ditafakkuri secara induktif, apalagi,
Kelima, unsur psikologis dalam syubhat penamaan RSU makin kelihatan dengan keluarnya kalimat "nek gak percoyo, sowan dewe". Kalimat itu, secara psikologis jelas menutup jama'ah untuk mengamalkan dawuh اَوَلَمْ يَتَفَكَّرُوْا فِيْٓ اَنْفُسِهِمْ (QS. Ar-Rum: 8) di tengah situasi قُلُوْبُنَا فِيْٓ اَكِنَّةٍ (QS. Fusshilat: 5). Ada celah, tapi ditutup secara psikologis. Akhirnya, banyak kiai dengan maqomat ahwal yang berbeda-beda, ora wani muni. Begitu.
Bersambung ke Praktik Lazim Wakaf Kolektif Tanah....[badriologi.com]