Teks Shalawat Fulus. |
Oleh M. Abdullah Badri
SEGENAP umat Islam ber-ijma' (sepakat penuh) bahwa Rasulullah Saw adalah sosok yang:
أفصحُ العربِ لسانًا، وأوضحُهُمْ بيانًا، وأعذبُهم نُطقًا، وأبينهُم لَهجَةً، وأقومُهم حُجةً
Terjemah:
"Paling fasih lisan Arabnya, paling jernih tutur katanya, paling manis tutur katanya, paling jelas kata-katanya, dan paling lurus dalam berargumentasi".
Ketika bertutur, kalimat Rasulullah Saw tidak bertele-tele, langsung tas-tes dan mengena. Contoh adalah hadits yang dimuat Kitab Arba'in. Seorang sahabat meminta "kata-kata hari ini" kepada Kanjeng Nabi Saw. Beliau menjawab dengan singkat:
قُلْ آمَنْتُ باللهِ ثُمَّ استَقِمْ
Terjemah:
"Katakan, aku beriman kepada Allah, dan istiqamahlah".
Hadits tersebut bisa dijadikan penguat Surat Fushshilat ayat 30 (إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا).
Fasihnya lisan Rasulullah Saw tentu saja tidak bertentangan dengan fushah Arab (bahasa fasih formal sesuai kaidah Arab yang berlaku). Bila ada yang mengaku mimpi bertemu Rasulullah Saw lalu beliau mengijazahkan shalawat yang tata bahasanya tidak fushah, mimpinya layak diragukan.
Contoh, ada shalawat Busyro yang dikononkan berasal dari ijazah mimpi Kanjeng Nabi tapi di akhir teks sholawat tersebut, susunan redaksinya tidak sesuai fush-hah ala Ilmu Nahwu. Berikut ini teks akhirnya:
مِنْ يَوْمِ هَذَا اِلى يَوْمِ اْلآخِرَةِ
Shalawat tersebut lantang masyhur sebab ada nama Rasulullah Saw yang disematkan di awal kemunculan teksnya. Tapi, coba telitilah. Yaum itu kata mudzakkar. Harusnya, sifat untuknya ya tetap mudzakkar (الأخر), bukan muannas (الأخرة). Al-Qur'an tidak menyifati kata يوم dengan أخرة. Cek saja bila tidak percaya. Ada 19 lokasi.
Bila shalawat itu karangan Rasulullah Saw dan disampaikan lewat mimpi, Anda berhak musykil: "tenan ta ora yo..yo". Saya pun berhak ragu.
Begitu pula shalawat Fulus, yang berakhiran dengan kata dus, bus, rus, lus, dan fus itu. Bagi saya, shalawat yang digunakan sebagai wasilah rezeki dari Allah Swt seperti meminta uang, sandang, pangan, papan dan kendaraan mulus, identik merendahkan martabat Rasulullah Saw.
Apakah tidak ada permohonan lain selain fulus? Mendekat ke Kanjeng Nabi dengan shalawat kok demi kepentingan final yang jauh dari tujuan Rasulullah Saw diutus adalah ironisme. Himmah aliyah (tujuan utama) Rasulullah Saw bukanlah harta, apalagi fulus. Blas ora.
Eman-eman kalau wirid dan shalawatan hanya untuk sahhil lana bil fulus dan malbus (sandang), apalagi dibaca di kuburan yang ahli warisnya belum tentu terima dijadikan tempat ngemis keramat seperti itu. Ingatlah petikan doa Nabi Saw berikut ini:
لا تجعلِ الدُّنيا أَكْبرَ همِّنا ولا مبلغَ عِلمِنا
Terjemah:
"(Ya Allah) jangan jadikan dunia ini sebagai kepentingan terbesar kami dan puncak pengetahuan kami".
Pengamal shalawat fulus seolah tidak percaya penuh atas rezeki yang dibagi kepada makhluknya, padahal, Allah Swt adalah Ar-Rozzaq.
اللَّهُ الَّذِي خَلَقَكُمْ ثُمَّ رَزَقَكُمْ
Terjemah:
"Allahlah yang menciptakanmu, kemudian menganugerahkanmu rezeki". (QS. Ar-Rum: 40).
Bila seseorang tidak sahlah (mudah) dilimpahi rezeki, mungkin ada yang salah dalam cara menjemput rezekinya. Ndawir pra pulang kampung adalah cara ironis menjemput rezeki. Tambah ironis lagi bila ndawirnya di kuburan. Ngajak jama'ah pula.
Carilah Firdaus, maka fulus mengikuti mulus. InsyaAllah.
Ada redaksi shalawat yang teksnya saya temukan saat tulisan ini saya buat dan saya posting di bagian atas esai ini. Semuanya berakhiran "wawu" dan "sin". Tidak perlu tahu siapa yang buat. [badriologi.com]