Makam Mbah Sabilan, Demaan, Jepara Kota. Foto: istimewa. |
Oleh M. Abdullah Badri
MBAH Sabilan Demaan adalah seorang sayyid yang lahir di Hijaz. Namanya Abdurrahim bin Abdullah. Tanpa gelar. Dia pernah bertemu KH. Hasyim Asy'ari saat masih belajar di sana. Saat itu, umurnya masih belasan tahun.
Wahabi Hijaz membuatnya terusir. Bersama sang guru asal Yaman, Syaikh Ahmed Ansor, dia diajak hijrah ke Yaman Timur dan tetap menyamarkan kesayyidannya. Di sana, Sabilan muda mendapati banyak orang Yahudi yang beribadahnya seperti shalat jenazah, menghadap ke tembok, tanpa ada sujud. Anehnya, mereka tahu isi Al-Qur'an. Bahkan ada yang hapal.
Sepuluh tahun mukim di sana, sekitar umur 25 tahun, Sabilan muda mengikuti tawaran ekspedisi hijrah ke negeri Hindia Belanda. Yang menawarkan berwajah Arab, namun, sepertinya bukan orang Islam. Tanpa pikir panjang, dia mendaftarkan diri. Tujuannya jelas ingin melihat tanah Jawa, sekaligus nyebar ilmu.
Bersama 30an orang lainnya, Sabilan menaiki kapal kecil milik kolonial Belanda. Logistiknya lebih berat daripada berat penumpangnya. Sehingga, dalam perjalanan laut yang memakan waktu enam bulan, kapal sering njungkat-njungkit.
Setelah mendarat di Cirebon, rombongan Sayyid Sabilan dari Yaman diboyong pihak Belanda ke Semarang. Disinilah Sayyid Sabilan baru menyadari bahwa kehadiran mereka di Jawa disuruh menir-menir untuk membuat rusuh, melawan kaum santri pribumi dan mengimbangi gerakan perjuangan mereka.
Tentu saja hal ini tidak sesuai dengan ajaran Rasulullah Saw. Tapi, Sayyid Sabilan terpaksa menuruti, dengan janji, akan mendapatkan fasilitas hidup dari Belanda. Mau pulang pun tidak ada biaya. Baca: Jejak Mbah Buyut Malang Kusumodirjo, Pecangaan Kulon, Jepara.
Dia kemudian menikah dengan Lasmi binti Rotib. Hidupnya tercukupi. Rokok cerutu buatan Belanda sudah biasa dia dapatkan sebagai hadiah dari pihak Belanda. Namun, setelah memiliki 4 putra dan Lasmi wafat, Sayyid Sabilan memutuskan untuk hijrah menjauh dari perintah Belanda.
Dia kemudian tinggal di daerah rawa yang kini disebut sebagai Desa Demaan. Sayyid Sabilan menyembunyikan identitasnya dengan nama samaran, Sabilillah. Lidah Jawa menyebut Sabilah atau Sabilan.
Meski tahu ada Kiai Anis Surgi Manis di Tegalsambi, yang sama-sama berasal Yaman, Sayyid Sabilan tidak pernah sowan ke sana. Ketika ada pertemuan kiai-kiai NU di Balaidesa pun, dia memilih tidak ikut. Kemanapun pergi, dia suka sendiri. Semua itu dilakukan supaya identitasnya tidak diketahui pihak Belanda yang ada di Jepara.
Dia kemudian menikah dengan Nyai Shimah. Anak kiai di Jepara. Darinya, Sayyid Sabilan dikatuniai 3 putra. Jadi, jumlah putranya ada 7 orang. Pada pertengahan bulan puasa, Sayyid Sabilan meninggal di usia 43 tahun. Baca: Sejarah Mbah Bulus Karsono Bulungan - Pelindung Desa dari Ndas Kuning Portugis.
Baginya, dzrurriyah Nabi adalah orang yang bersifat hayyin, layyin, qorib dan sahl. Sesuai hadits dari Ibnu Mas'ud di bawah ini:
عن عبد الله بن مسعود رضي الله عنه، قال: قال رسول الله ﷺ: "أَلَا أُخْبِرُكُـمْ بِـمَنْ تُـحَرَّمُ عَلَيْهِ النَّارُ؟" قالوا: بلى يا رسول الله. قال: عَلَى كُلِّ هَيِّنٍ لَيِّنٍ قَرِيْبٍ سَهْلٍ
Terjemah:
Dari Ibnu Mas'ud, Rasulullah Saw bersabda: "Maukah kalian aku tunjuk-kan orang yang haram tersentuh api neraka?" Para sahabat menjawab: "Iya, wahai Rasulullah!" Beliau Saw bersabda: "(Haram tersentuh api neraka) adalah orang yang hayyin (tenang), layyin (ramah), qorib (dekat dengan orang lain), dan sahl (tidak mempersulit)" (HR. Imam Tirmidzi dan Imam Ibnu Hibban).
Sayang, karena datangnya dari Yaman, namanya ketlawur ikut marga Basyaiban. Padahal, aslinya dari Hijaz dan memiliki banyak keturunan di Demaan dan sekitar Jepara. Baca: Sejarah Makam yang Mistis Membuat Akal Korsleting.
Demikian sekilas Mbah Sabilan Demaan. Selengkapnya, sudah saya tulis di "Buku Jejak dan Kisah Wali di Jepara". Belum terbit. Tapi sudah berproses sejak 2021. [badriologi.com]