Teks di Kitab As-Sadat Alu Baalwi Habib Umar bin Hafidz, hlm. 59. |
Oleh M. Abdullah Badri
DALAM Nadham Riq Dadiq, saya menulis syiir tentang tidak perlunya syarat kaya dan sekufu dalam sebuah pernikahan.
لَـيْسَ الْـــكَــفَاءَةُ وَالْيَسَارُ مِــنْ مُؤَنٍ شَــرْطًا بِصِـحَّـةِ تَــزْوِيْـجٍ عَلَى الْأَحَـقِ
"Sekufu dan kaya biaya nikah tidaklah menjadi syarat sah nikah menurut pendapat yang lebih benar".
Nadham itu saya simpulkan dari puluhan kitab berbagai madzhab yang saya baca sebelum membuat teks syiir di atas.
Jadi, misal ada orang kaya menikahi orang miskin, sah. Begitu pula anak kiai yang menikahi anak bukan kiai, sah.
Ini berbeda dengan pernyataan Habib Umar bin Hafidz dalam Kitabnya "As-Sadat Alu Ba'alawi". Dia menyatakan:
أنه لا يكافئهم في النّكاح أحد من الخلق
"Tak ada seorang pun makhluk yang bisa dianggap sekufu menikah dengan keluarga Ba'alawi".
Salah satu alasan tidak sekufunya menikanihi keluarga Ba'alawi adalah karena mereka:
أشرف الناس نسبا وأفضل الخلق حسبا
"Manusia paling unggul nasabnya dan paling mulia derajatnya".
Saya cenderung menyebut hal ini sebagai doktrin daripada madzhab fiqih. Sebab, sekufu bukanlah syarat nikah, meskipun unsur tidak sekufu bisa menjadi salah satu sebab fasakh-nya nikah (gugat nikah).
Saya pernah mendengar ada orang menikahi habibah yang disuruh mem-fasakh bukan oleh keluarga internal terdekatnya, tapi oleh sesama klan nya. Ini terjadi tidak jauh di daerah saya mukim, Jepara. Ngeri! [badriologi.com]