Syaikh Ja'far dan Kiai Faqih Lop Bandengan (Penggerak Jihad Prajurit Sultan Hadlirin ke Bangkok) -->
Cari Judul Esai

Advertisement

Syaikh Ja'far dan Kiai Faqih Lop Bandengan (Penggerak Jihad Prajurit Sultan Hadlirin ke Bangkok)

M Abdullah Badri
Kamis, 09 Januari 2025
Flashdisk Ebook Islami

Jual Kacamata Minus
sejarah syaikh jafar dan kiai faqih bandengan jepara
Makam Syaikh Ja'far, Kiai Faqih Lop dan Komandan Rotib, Bandengan. Foto: dok. pribadi.


Oleh M. Abdullah Badri


PANGERAN Toyib Hadlirin memiliki ayah bernama lahir Ahmed Hasyim. Dia Sultan Aceh (1514-1528 M). Gelarnya banyak. Diantaranya adalah Mughoyyat Syah. Disebut demikian karena Ahmed Hasyim sangat ditakuti musuh di medan perang.


Melalui jalur ayahnya ini, Pangeran Toyib memiliki paman bernama Syaikh Ja'far bin Muhammad Arsyad. Saat menjadi Sultan di Jepara, paman Ja'far disurati Sultan Hadlirin agar mau datang ke Jepara. Saat itu, stempel resmi Kalinyamat berbahan kulit singkong yang dikuliti, dengan tinta berbahan latoh atau tlutoh (getah daun). 


Syaikh Ja'far diminta ke Jepara untuk menyemangati prajurit Jepara yang saat itu akan melakukan ekspedisi ke Kota Bangkok (sekarang Thailand). Di Aceh, Syaikh Ja'far memang dikenal sebagai guru spiritual penggerak semangat jihad prajurit. 


Baca: Kiai Majan Sari Sumorejo, Sengon Bugel, Mayong (Wali Bersenjata Akhlak)


Bersama anak angkatnya yang pernah menjadi komandan perang Lampung I, Faqih bin Hasyim Isnandar, Syaikh Ja'far berangkat menuju Jepara. Rombongan kemudian menuju pusat kekuasaan saat itu, Kriyan. Mereka kemudian tinggal di Robayan, desa yang dulu menjadi pemukiman ibu-ibu bangsawan merawat anaknya (robayan artinya merawat). 


Prajurit perang Sultan Hadlirin dididik Syaikh Ja'far dengan kisah-kisah Ahli Badar, pasukan Kanjeng Nabi Muhammad Saw yang dikenal lupa enaknya hidup. Kisah ahli badar inilah yang terus diulang-ulang Syaikh Ja'far saat pasukan dibariskan oleh Kiai Faqih di pesisir Bandengan. 


Bila Syaikh Ja'far menggerakkan semangat prajurit, Kiai Faqih berperan sebagai tenaga suwuk prajurit dan pengatur strategi. Semua pasukan terlatih yang akan berangkat perang diberinya Sodo Lanang, senjata dari lidi Pohon Aren. Musuh yang tersentuh senjata itu, tumbang. Agar tidak takut mati, Kiai Faqih juga menguatkan ruh prajurit dengan amalan sholawat Ruh. Bilapun mati, harapannya syahid fi Sabilillah


Kiai Faqih memimpin regu prajurit yang jumlah personil masing-masing pleton hanya ada 10 orang pemanah. Ditulis 10P. Oleh orang Jawa, aksara itu dibaca Lop. Akhirnya, Kiai Faqih terkenal dengan sebutan Kiai Faqih Lop-lop. 


Siapa yang melatih beladiri kepada mereka? Murid senior Kiai Faqih. Namanya Komandan Rotib bin Kiai Ruslan An-Najib, asal Pati. Sebelum melatih regu pleton Kiai Faqih, dia dulu merupakan prajurit andalan Sultan Hadlirin yang ahli beladiri Gladi Sakti (saya tidak tahu jenis perguruan ini masih ada hingga sekarang atau tidak). 


Setelah dilatih sekitar delapan bulan, 32 ribu prajurit segera diberangkatkan untuk mempertahankan Malaka. Dua tahun berikutnya mereka diberangkatkan lagi ke Bangkok, dengan misi utama membebaskan Bangkok dari jerat kuasa Bangsa Mongol. Sultan Hadlirin mengutus pasukan ke Bangkok karena saat itu Bangkok sangat rawan dikuasai Tiongkok dan Jepang. 


Ratusan kapal kecil dan kapal besar (jong) disiapkan Nyai Ratu Retno Kencono, istri Sultan Hadlirin. Dialah yang memfasilitasi keberangkatan prajurit. Sangat kaya raya memang. Adapun logistik militer disiapkan oleh Ki Sumo Ninggil, yang berkantor di Winangunan (saya tidak tahu nama wilayahnya sekarang). Dialah penjaga alat militer di zaman itu, sebelum digantikan oleh Kiai Laduni (Karangkebagusan), sepeninggalnya. 


Baca: Sejarah Mbah Bulus Karsono Bulungan - Pelindung Desa dari Ndas Kuning Portugis


Saking banyaknya pasukan, satu kapal ada yang ditumpangi 600 orang prajurit. Sesak, tak ada prajurit yang bisa beristirahat tenang selama setahun perjalanan laut menuju Bangkok. Ada yang gugur di tengah perjalanan pastinya. 


Di Bangkok, Komandan Rotib pernah bertemu pimpinan Mongol, dan sempat diracun dengan minuman. Tapi, berkah sholawat Ruh yang dibacanya sehari 150 kali, dia tidak mati. Ekspedisi ke Bangkok sempat membuat penduduknya menjadi muallaf semuanya. Sultan Hadlirin berhasil dengan gemilang. Sayang, kini jejak itu tidak tertulis. 


Ketiga orang yang saling bekerjasama itu, yakni Syaikh Ja'far, Kiai Faqih dan Komandan Rotib, adalah pengamal terekat Syatariyah semua. Makam mereka berdekatan, berdempet. Sekarang masuk wilayah Dukuh Perawehan, Desa Bandengan, Rt. 08 Rw. III, Kec/Kab. Jepara. Sayang, tak begitu terawat.


Padahal, jasa mereka begitu besar untuk masyarakat Bandengan. Syaikh Ja'far pernah mengusir perompak asal Dayak di lautan Bandengan, yang dulu sering meresahkan nelayan sekitar. Wallahu a'lam. 


Demikian sekilas jejak mereka. Tentang ilmu mereka, seperti konsep guwo garbo Syaikh Ja'far, saya ulas agak lengkap di Buku "Jejak dan Kisah Wali di Jepara" yang hari ini mencapai ketebalan 445 halaman. Belum diterbitkan. [badriologi.com]


Keteranagan:

Sepertinya kisah Syaikh Ja'far tidak banyak yang mengetahui detail. Begitu pula Kiai Faqih Lop-lop dan Komandan Ratib. Biasanya, yang menggugat kisah wali dari tulisan saya adalah mereka yang sudah memiliki versi kisah sebelumnya. 


Kali ini, kayaknya, tidak ada versi tentang ketiga nama tersebut. Namun, bila ada versi, silakan dibantah dengan tulisan. Jangan minta menghapus postingan saya, seperti penggugat kisah Mbah Sabilan kemarin, yang saya tulis 3 Januari 2025. 

Flashdisk Ribuan Kitab PDF

close
Iklan Flashdisk Gus Baha